LEMBARA, MERCUSUAR – Perkumpulan sopir angkutan dari Parigi Moutong (Parmout) menuntut Pemerintah Kota (Pemkot) Palu untuk membebaskan mereka melintas di Kota Palu tanpa dokumen kesehatan rapid test dengan alasan tidak mampu dan membebani penumpang, sehingga mengurangi pendapatan, namun permintaan para sopir itu, mendapat penolakan dari Pemkot.
Protes sekumpulan peran sopir dari Parmout) ini dimediasi di Kantor Camat Tawaili Kelurahan Lembara oleh Kepala Dinas Perhubungan (Dishub), Polres Palu, Danramil , Kapolsek Palu Utara dan Camat Tawaeli, dimana sejumlah tuntutan mereka layangkan, sebagaimana diketahui per 1 Oktober 2020 Pemerintah Kota Palu kembali membuka tutup pos perbatasan dari pukul 23.00 sampai 07.00 wita dan mewajibkan membawa rapid test untuk pelaku perjalanan yang akan melintasi pos perbatasan.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Palu, Arief Lamakarate mengatakan, sekaitan tuntutan mereka untuk meminta menghilangkan rapid test bagi pelaku perjalanan Parmput dan biaya rapid test sebaiknya tidak mahal seperti saat ini, langsung ditolak sebab itu merupakan aturan kewenangan dari pimpinan selaku pengambil kebijakan dan meminta mereka untuk menemui kepala daerahnya dalam hal ini Bupati Parmout untuk meminta rapid test gratis.
“Kita tolak, kebijakan sekarang harus menggunakan standar protokol kesehatan untuk pelaku perjalanan, untuk kebijakan pembebasan rapid tes ada pada pimpinan, kita hanya bertugas di lapangan,”ujar Arief, Selasa (6/10/2020).
Menurutnya, untuk keringanan dan pembebasan langsung ke kepala daerah bila alasannya penumpang tidak mampu bukan datang berunjukrasa di Kota Palu, sebab surat edaran sudah disampaikan Ke Bupati se-Sulteng, pasalnya Kota Palu kini mengalami lonjakan penularan Covid-19.
Menurutnya, pembebasan rapid test tidak dapat diberian jika hanya pertimbangan daerah terdekat, karena daerah lain akan menuntut diberlakukan sama dan Kabupaten Parmout ini, tidak masuk komuter atau pekerja yang pulang pergi seperti Kabupaten Donggala yang masih banyak pegawainya tinggal di Kota Palu. ABS