LOLU UTARA, MERCUSUAR – Mutmainah Korona atau lebih akrab disapa Neng, salah satu anggota DPRD Kota Palu, menilai penebangan pohon besar di beberapa ruas jalan utama di Kota Palu ini merupakan kebijakan aneh bin ajaib. Menurutnya, penebangan tersebut seharusnya tidak dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Palu mengatasnamakan pembangunan.
Neng menjelaskan, bahwa Kota Palu memang membutuhkan penataan dan membangun dekorasi kota dengan melakukan program pelebaran jalan dan drainase yang dianggap sebagai wilayah pengguna jalan dan mengatasi pengairan air ke jalan. Tapi, mengorbankan lingkungan dengan menembang pohon besar dinilai kurang bijak.
“Ada beberapa kritik saya untuk Pemkot terkait kebijakan ini, pertama, apakah pemerintah kota mempunyai kajian teknis dan lingkungan terkait dengan program ini ? Jika ada, saya meminta untuk di berikan kepada DPRD sebagai bagian dari analisa kami dalam pengawasan kebijakan tersebut. Namun bila tidak ada, patut disayangkan,” ujarnya.
Kedua, lanjut Ketua Komisi A DPRD Kota Palu ini, pembangunan insfrastruktur harus tetap memperhatikan aspek ekologi. Pembangunan infrastruktur tidak harus mengorbankan lingkungan atau menebang pohon yang sudah berumur ratusan tahun. Dengan hilangnya pohon di ruas jalan itu memberi dampak perlindungan bagi pengguna jalan dan warga lainnya serta ekosistem lainnya terdampak, seperti habitat burung, serapan air yang bisa menyebabkan banjir.
Dalam praktek dimanapun, pembangunan infrastruktur tanpa memperhatikan ekologi itu menciptakan persoalan baru seperti banjir, tingkat pencemaran polusi udara yang selama ini co2 bisa diserap oleh pohon. Mengubah pohon dengan beton itu tidak menolong warga sekitarnya kecuali pohon tetap terjaga.
Ketiga, Jika mengacu ke kebijakan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan sangat jelas mengamanatkan bagi setiap Kota harus memiliki luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30 persen dari total wilalah Kota itu sendiri. Luas Kota Palu sebesar 395,06 KM persegi. Maka, seharusnya pohon-pohon yang ada harus di jaga bukan ditebang.
“Karena menurut analisa kami, RTH Kota Palu seperti dala UU No. 26 tahun 2007 tersebut masih belum memadai atau belum mencapai 30 persen. Sangat di sayangkan, ada 200an pohon di Jalan Kartini seperti pohon mahoni dan lainnya harus dihilangkan,”jelasnya.
Neng juga mempertanyakan, apakah program ini sudah mengacu pada RTRW dan RDTR, sementara proses pembahasan Raperda RTRW dan RDTR Kota Palu belum jalan dan bahkan belum ketok palu. Seharusnya, lanjut Neng, selesaikanlah dulu kebijakan tingkat hulu baru bicara tentang perbaikan program, apalagi sampai harus mengorbankan pohon – pohon besar yang telah berkonstibusi besar atas keberlanjutan ekolologi di Kota Palu.
“Kalau Program ini terus dilanjutkan di ruas jalan tersebut, saya kembali bertanya, pembangunan ini sebetulnya untuk siapa? pembangunan untuk kepentingan warga atau supaya ada proyek besar yang berlangsung di tengah pandemic covid 19? saya tidak akan tinggal diam,”jelasnya. RES