- TONDO, MERCUSUAR – Sempat memanas karena pernyataan mantan Wali Kota Palu, Rusdy Mastura, dan juga mantan Ketua DPRD Kota Palu, Iqbal Andi Magga, yang mengaku pernah ditawari fee (imbalan) miliaran rupiah dari PT Global Daya Manunggal (PT GDM) jika meloloskan pembayaran hutang pembangunan Jembatan IV Palu sebesar Rp16,4 miliar dinilai akan berdampak dan mencederai lembaga legislatif DPRD Kota Palu.
Pasalnya, isu aliran dana sebesar Rp2 miliar dari pembayaran hutang jembatan IV tersebut disebut-sebut mengalir di DPRD Kota Palu, apalagi dengan adanya statement Iqbal yang mengaku saat menjabat sebagai Ketua DPRD ditawari uang sebesar Rp2 miliar oleh PT GDM dinilai akan menciptakan opini negatif di kalangan masyarakat Kota Palu.
Menurut Pengamat Kebijakkan Publik Universitas Tadulako (Untad) Palu, Dr, Slamet Riadi Cante, MSi, sebaiknya masalah jembatan lV diselesaikan secara internal. Menurutnya, semua pihak terutama yang telah vokal berbicara ke media harus memahami betul pentingnya citra lembaga legislatif di mata publik.
“Polemik terkait jembatan kuning tidak akan terjadi seperti ini seandainnya semua pihak yg memahami masalah tersebut, duduk bersama untuk membicarakan secara internal dan kekeluargaan, hal ini penting karna menyangkut pencitraan lembaga legislatif di mata publik,” jelasnya.
Menurut Ketua Pusat Pengkajian Politik dan Otonomi Daerah (P3OTDA) ini pembayaran hutang tersebut sah-sah saja jika pembayaran dilakukan atas putusan Mahkamah Agung (MA) dan atas kesepakatan Forkompimda. Akan tetapi, lanjutnya, point pentingnya adalah bagaimana menjaga marwah institusi DPRD agar tidak terkesan lebih terburuk di mata publik.
“Andaikan ada fakta yang menunjukkan ada diantara anggota DPRD yang terbukti menerima fee terkait mekanisme pembayaran jembatan sebaiknya dilaporkan melalui mekanisme hukum. Meskipun juga dipahami bahwa dengan pernyataan yang dilakukan di media juga oleh pihak tertentu adalah bagian dari upaya menyelamatkan nama baik institusi,” jelasnya lagi.
Menurutnya, ketika masalah ini masih terus berkembang dan berlarut-larut, maka terkesan sangat tendesius dan cenderung justru membangun opini publik untuk merusak nama DPRD baik secara kelembagaan maupun secara personal. RES