PALU, MERCUSUAR – Pengembangan potensi prasejarah di Sulawesi Tengah (Sulteng) penting dilakukan, untuk memperkenalkan kekayaan potensi prasejarah tersebut, sebagai potensi destinasi wisata dan potensi riset. Sebaran tinggalan prasejarah di wilayah Sulteng, penting untuk ditata kembali, untuk mengoptimalisasi pengenalan potensi prasejarah ini ke dunia luar.
Demikian disampaikan Akademisi Universitas Tadulako (Untad), Prof Dr Ir Muh Basir, SE, MS, pada Seminar Prasejarah di Sulawesi Tengah, yang dilaksanakan oleh UPT Taman Budaya dan Museum pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulteng, Kamis (11/7/2019). Kegiatan ini mengambil tema ‘ Pengembangan Potensi Prasejarah Sulawesi Tengah’.
Menurut Prof Basir, potensi prasejarah ini, memiliki nilai historis dan geologis, yang pada era revolusi Industri 4.0 ini, penting untuk dikelola lebih baik. Hal ini kata dia, selain untuk mengenalkan potensi prasejarah Sulteng ke dunia luar, juga untuk meningkatkan potensi pariwisata Sulteng, yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat, utamanya masyarakat pendukung yang bermukim di sekitar lokasi atau kawawan situs prasejarah.
Sementara itu, sejarawan Untad, Haliadi Sadi, PhD, dalam paparannya mengenai potensi benda cagar budaya (BCB) di Sulteng menjelaskan, ada beberapa kawasan yang memiliki potensi BCB di Sulteng, misalnya di Lembah Napu di mana di lembah tersebut terdapat kurang lebih 24 situs megalitik dalam berbagai ragam bentuk, seperti menhir, dolmen, hingga kalamba. Selain itu, persebaran tinggalan prasejarah berupa tinggalan megalitik ini juga dapat ditemukan di kawaan lainnya, seperti Lembah Behoa (Besoa), Lembah Bada, hingga kawasan Lembah Palu.
Menurut Haliadi, banyak potensi yang bisa dioptimalkan dari kehadiran potensi prasejarah berupa benda cagar budaya ini. Dirinya mencontohkan, seperti nilai penting ilmu kebumian, misalnya Geologi, geomorfologi dan geografi, nilai arkeologis, nilai sejarah, nilai biologis dan keanekaragaman hayati, nilai penting kepercayaan, hingga nilai kebudayaan.
Kemudian, sosiolog dari FISIP Untad, Dr Muh Nur Ali, MSi, menyebut banyak aspek sosial budaya yang memiliki nilai jual dari tinggalan prasejarah ini, misalnya nilai budaya Sulteng yang tidak memiliki tradisi tulis, sehingga kedepan perlu untuk dinarasikan. Hal ini kata dia, penting untuk poin pembangunan karakter, lewat nilai-nilai yang hadir dalam tinggalan prasejarah tersebut, juga aspek sosiologis dari masyarakat pendukungnya.
Seminar ini dihadiri oleh sejumlah kalangan, seperti akademisi, sejarawan, guru, mahasiswa, pegiat sejarah dan budaya, seniman, budayawan, juga undangan lainnya. JEF