Penyaluran Minyak Goreng, Disperindag Tunggu Juknis

MINYAK-5e3d11fe
Penjualan minyak goreng diserbu masyarakat di Pasar Murah Disperindag, saat jelang Nataru. FOTO: ANDI BESSE/MS

PALU, MERCUSUAR – Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Sulteng, masih menunggu petunjuk teknis (juknis) dari pemerintah pusat, terkait subsidi minyak goreng murah, sebagai dasar pelaksanaan operasi pasar untuk enam bulan mendatang. Harga minyak goreng bersubsidi ditetapkan pemerintah sebesar Rp14 ribu per liter.

“Karena ini untuk seluruh Indonesia, kami juga menunggu ini untuk Sulteng kapan. Suratnya belum ada, termasuk instruksi dari pusat, karena kan baru kemarin. Mungkin seminggu ke depan akan ada petunjuk dan sebagainya, begitupula siapa distributor minyak yang ditunjuk untuk wilayah Sulteng,” kata Plt Kabid Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Sulteng, Donny Setiawan, Kamis (6/1/2022) di Kantor UPT Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (PSMB).

Donny menjelaskan, harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan sederhana, saat ini seharga Rp11.500 per liter. Namun, pihaknya melihat minyak goreng di Kota Palu sudah tembus angka Rp19 ribu hingga Rp21 ribu per liter.

“Akhirnya ada kebijakan subsidi, dan harga yang ditetapkan Rp14 ribu. Namun saat ini kita belum dapat petunjuk pelaksanaanya dan dapat kuota berapa, itu menunggu petunjuk,” ujarnya.

Meski menunggu arahan pemerintah pusat, Donny mengaku sudah berkoordinasi dengan Aprindo serta Kementerian Perdagangan, terkait kouta dan siapa distributor minyak goreng yang ditunjuk.

“Teknisnya di lapangan biasanya di-drop langsung dari pemerintah, misalkan ke Kota Palu dapat satu ton, mungkin ditempatkan di mana, pasar modern atau ditaruh di Bulog, sekaligus mengendalikan atau langsung melaksanakan dari pihak ketiga. Pengawasannya barulah ke kami, itu teknisnya, kami juga menunggu,” terang dia.

Terus terang lanjutnya, untuk wilayah Indonesia Timur, terhambat biaya transportasi yang kemahalan. Maka bisa jadi, harga jual minyak goreng tidak sama, namun diupayakan harga rata Rp14 ribu, sebab dibantu Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), sebab dari daerah tidak ada kemampuan untuk mensubsidi.

“Nanti selisih harga biaya produksi ini yang ditanggung dari BPDPKS. Untuk itu kami masih menunggu regulasinya dari Kemendag,” ujarnya. ABS

Pos terkait