PALU, MERCUSUAR – Yayasan Kompas Peduli Hutan (Komiu) mencatat empat temuan lapangan, terkait pemenuhan dokumen kependudukan bagi penyandang disabilitas dan masyarakat lokal, yang tinggal di kawasan hutan Kabupaten Donggala. Temuan lapangan yang dituangkan dalam policy brief bertajuk Urgensi Pemenuhan Dokumen Kependudukan bagi Penyandang Disabilitas dan Masyarakat Lokal yang Tinggal di Kawasan Hutan Kabupaten Donggala, yang disusun oleh Komiu, dengan dukungan dari Norwegian Human Rights Fund serta Atlas-alliansen ini, disampaikan pada diseminasi dengan tajuk serupa, Kamis (23/12/2021), di salah satu hotel di Kota Palu.
Perwakilan tim penyusun policy brief dari Komiu, Ufudin menjelaskan, asesmen lapangan ini dilakukan pada November 2021, pada 50 penyandang disabilitas dan 35 orang masyarakat lokal, yang berada di 7 desa yang tersebar di empat Kecamatan di Kabupaten Donggala, yakni Desa Sipeso di Kecamatan Sindue Tobata, Desa Saloya, di Kecamatan Sindue Tombusabora, Desa Amal, Desa Taripa, Desa Kumbasa, dan Desa Sumari di Kecamatan Sindue, serta Desa Labuan Toposo di Kecamatan Labuan.
Adapun empat temuan lapangan yang ditemukan oleh tim Komiu, yakni 1) penyediaan informasi yang tidak inklusi, terkait prosedur pengurusan dokumen kependudukan bagi penyandang disabilitas dan masyarakat lokal, yang berada pada desa terpencil dalam kawasan hutan, 2) penyandang disabilitas dan masyarakat lokal belum mengetahui alur mekanisme komplain layanan dokumen kependudukan, 3) penyandang disabilitas dan masyarakat lokal berpartisipasi dalam pemilihan umum, serta 4) akses penyandang disabilitas dan masyarakat lokal terhadap bantuan sosial.
Ufudin menjelaskan, informasi pembuatan dokumen kependudukan seperti KTP, Akte Lahir dan Kartu Keluarga (KK), selama ini hanya didapatkan melalui rumah ibadah dan informasi lisan dari kepala dusun. Tidak adanya papan informasi yang berbahasa lokal atau media bantu kepada penyandang disabilitas, membuat penyandang disabilitas maupun masyarakat lokal, minim pengetahuan terkait pentingnya dokumen kependudukan, sehingga mereka memilih untuk tidak mengurus dokumen kependudukan, dan memilih untuk tinggal di kebun daripada tinggal di kampung.
“Ada juga yang sudah melakukan perekaman data untuk dokumen kependudukan, namun sampai saat ini, dokumen kependudukannya belum jadi. Selain itu di beberapa tempat, pihak keluarga enggan memasukkan anggota keluarganya yang menyandang disabilitas ke dalam KK, karena dianggap sebagai aib keluarga,” ujarnya.
Selain itu, akses lokasi pengurusan layanan dokumen kependudukan yang jauh dari tempat tinggal, serta biaya pengurusan melalui calo, yang berkisar antara Rp50 ribu dan Rp150 ribu juga berkontribusi pada kurangnya partisipasi penyandang disabilitas dan masyarakat lokal, dalam mengurus layanan dokumen kependudukan. Ketiadaan dokumen kependudukan ini berdampak pada kehidupan para penyandang disabilitas dan masyarakat lokal, seperti tidak dapat menyalurkan suara dalam pemilihan umum, serta tidak dapat mengakses bantuan pemerintah, seperti bantuan langsung tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan pascabencana alam, serta bantuan pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Donggala, Taufik Yotolembah mengatakan, pendataan penduduk merupakan tugas utama pemerintah desa, dalam upaya pengurusan dokumen kependudukan. Pemerintah desa kata dia, seharusnya bisa menganggarkan dalam Dana Desa (DD), untuk aksesbilitas pengurusan layanan dokumen kependudukan.
“Tapi hal ini harus berdasarkan kesepakatan dalam musyawarah bersama di desa,” ujarnya.
Pihaknya meminta pihak Komiu bekerjasama, bukan hanya di 4 kecamatan, namun di seluruh kecamatan di Kabupaten Donggala, untuk menuntaskan masalah layanan dokumen kependudukan ini. Langkah ini kata dia, bisa diawali dengan sosialisasi di wilayah kecamatan dan desa yang dimaksud, kemudian ditindaklanjuti dengan perekaman dan penerbitan dokumen kependudukan.
“Masalah ini harus kita tuntaskan secepatnya dan jika memungkinkan, kita undang bupati untuk melakukan penyerahan dokumen kependudukan,” ujarnya.
Menurutnya, untuk memudahkan akses terhadap dokumen kependudukan ini, pihak desa dapat menyiapkan jaringan internet, komputer dan printer, Dinas Dukcapil yang mengatur jaringan layanan dokumen kependudukannya. Untuk perekaman KTP kata dia, bisa dilakukan di UPTD Disdukcapil di kecamatan, kemudian resi perekaman dikirimkan melalui nomor kontak yang disediakan Didukcapil, untuk proses penerbitan KTP.
Hal yang juga menjadi fokus dari Disdukcapil Donggala, yakni banyak masyarakat yang tidak memiliki buku nikah dan surat keterangan lahir, sebagai salah satu syarat mengurus dokumen kependudukan. Untuk itu, pihak Disdukcapil Donggala menjalin kerjasama dengan Kantor Pengadilan Agama dan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Donggala untuk melaksanakan Itsbat Nikah bagi pasangan yang belum memiliki buku nikah, serta kerjasama dengan pihak rumah sakit, untuk penerbitan surat keterangan lahir untk pengurusan akte kelahiran.
Adapun menurut data hasil asesmen lapangan dari Komiu dari 7 desa di 4 kecamatan di Kabupaten Donggala tersebut, total 82 penyandang disabilitas dan 1238 masyarakat lokal, belum memiliki seluruh atau sebagian dokumen kependudukan, seperti KTP, KK dan Akta Lahir. Dari 4 desa di Kecamatan Sindue, 12 penyandang disabilitas dan 55 warga lokal belum memiliki dokumen kependudukan. Kemudian, dari 1 desa di Kecamatan Labuan, 24 penyandang disabilitas dan 45 warga lokal belum memiliki dokumen kependudukan. Dari 1 desa di Kecamatan Sindue Tombusabora, 16 penyandang disabilitas dan 504 warga lokal belum memiliki dokumen kependudukan. Dari 1 desa di Kecamatan Sindue Tobata, 18 penyandang disabilitas dan 195 warga lokal belum memiliki dokumen kependudukan. JEF