Penyebar Hoax Berpotensi Pecah Belah Masyaraka

1

PALU, MERCUSUAR – Manta Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Univesitas Tadulako (Untad) Palu tahun 1998, Faizal Mohammad Saing, mengutuk keras dugaan penyebaran berita bohong alias hoax yang beraroma fitnah oleh Yahdi Basma terhadap Longki Djanggola selaku Gubernur Sulawesi Tengah.

Menurut Faisal, kasus hoax ini merupakan yurisprudensi hukum di Indonesia. Olehnya, selaku masyarakat yang menghormati azas hukum di Indonesia, ia meminta kepada pihak Kepolisian Daerah (Polda) Sulteng untuk menindak tegas siapa pun pelaku dan penyebar hoax di daerah ini.

Hal itu dikemukakan kepada wartawan via aplikasi WatsApp, Minggu (14/7/2019).

 guna meredam penggiringan opini yang mulai dibangun di masyarakat.

Tujuannya lanjut Faizal, supaya publik tidak terporovokasi oleh penggiringan opini ihwal adanya indikasi pembelaan terhadap oknum penyebar hoax, apalagi dilakukan oleh oknum anggota legislatif  yang sepatutnya memahami narasi dan konteks di mana dirinya menempatkan komunikasi pengawasan.
“Perbuatan ini yang tidak bisa ditoleransi karena berpotensi memecah belah kerukanan di masyarakat. Kami mendorong pihak Polda segera tangkap penyebar hoax,” tegas Faizal.
Ia menyoroti, narasi yang di bangun oleh YB dan kelompoknya seolah-olah dugaan penyebaran hoax dan fitnah itu merupakan bagian dari pengawasan yang merupakan haknya sebagai anggota DPRD Sulteng, padahal tidak ada korelasinya antara turut menyebarkan hoax dan fitnah dengan konteks pengawasan.

Jadi tegas Faizal, mestinya YB dan kelompoknya cerdas menempatkan di mana pelanggaran hukum dengan konteks pengawasan.
“Jadi kedudukannya jangan disejejarkan. Beda itu, pelanggaran hukum dengan konteks pengawasan DPRD,” tandasnya.
Faizal juga menambahkan, saat ini ada kelompok – kelompok yang mencoba membangun opini dengan mengatasnamakan aktivis 98. Mereka mengaku membackup full oknum yang terindikasi dengan sengaja melakukan tindak pidana. Ia pun mengaku pernah memimpin aksi unjuk rasa pada tahun 1998 lantaran saat itu ia sebagai Ketua BEM Untad dan salah seorang aktivis yang memimpin gerakan mahasiswa di Palu.
“Dan saya pribadi tidak mengakui keberadaan Pena 98, padahal yang memimpin aksi demo 98 di Sulteng adalah saya. Sampai saat ini masih ada data dan dokumentasi dengan saya. Dan itu merupakan sejarah mahasiswa di Sulteng,” jelas Faizal.

Faizal menegaskan bahwa ia tidak ingin nuraninya mencederai perjuangan aktivis yang berjuang pada 1998 kala itu untuk kepentingan oknum dan segelintir orang.
Sementara, Ketua GMPS (Gerakan Milenial Peduli Sulteng), Fahriyanto S Maso’ama menyoroti argumentasi hukum tentang hak imunitas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang dikeluarkan salah seorang Tim Hukum Pena 98, Rasyidi, di salah satu media online. Fahriyanto meniala bahwa argumentasi itu tidak tepat dan tidak logis.

Seperti diketahui, belum lama ini Rasyidi menyatakan, tindakan YB yang dilaporan oleh Gubernur Sulteng, Longki Djanggola ke pihak Polda, sebagai hoax yang beraroma fitnah, seharusnya dimaknai dalam konteks pengawasan YB sebagai salah seorang anggota dewan. Bagi Rasyidi, seorang anggota dewan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, mempunyai hak imunitas yang dilindungi oleh Undang-Undang.

Hak itu sendiri, kata Rasyidi, sesuai konstitusi UUD 1945, Pasal 20A (imunitas) jounto UU Nomor 2 Tahun 2018 (MD3), Pasal 338 ayat 1 yang menegaskan, Anggota DPRD Provinsi mempunyai hak imunitas. Kemudian, ayat 2 menyebutkan, Anggota DPRD Provinsi, tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya. Baik secara lisan, maupun tertulis, di dalam rapat DPRD Provinsi ataupun di luar rapat, yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPRD Provinsi.
Tapi, argumentasi itu dianggap tidak logis oleh Fahriyanto S Maso’ama. Dia menilai, hak imunitas yang dimiliki oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Undang-Undang MD3, hanya bisa digunakan ketika mereka menyampaikan statement atau pendapat, berkaitan pelaksanaan kinerja di lingkup DPR/DPRD itu sendiri.
“Hak khusus ini tidak akan berlaku, apabila ada anggota DPR/DPRD yang melanggar kode etik. Terlebih jika melakukan tindak pidana. Seperti kasus yang menimpa Yahdi Basma saat ini. Itu merupakan tindakan pidana, berupa penyebaran berita bohong atau hoax. Di dalamnya juga ada aroma fitnah kepada pemimpin Sulteng,” katanya.

Melakukan hoax, tambah Fahriyanto yang juga mahasiswa akhir Fakultas Hukum Universitas Tadulako (Untad) Palu, merupakan tindakan yang sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat. Karena hal itu akan menyebabkan konflik sosial. Aturan itupun jelas tertuang di dalam UU ITE Pasal 27 ayat 3 yang menyebut, melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak, mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat, dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

“Dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, juga menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp1 miliar,” tambahnya.

Menurut Fahriyanto, dasar hukum yang dijadikan acuan, bukan hanya UU Nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) saja. Namun, penyebar hoax, juga bisa dikenakan UU Nomor 40 Tahun 2008, tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik sosial.

“Kasus hoax ini, bukan merupakan pendapat, pernyataan ataupun pandangan selaku Anggota DPRD. Seperti yang dikatakan, dalam UUD 1945 maupun UU MD3 Tahun 2018, bahwa Anggota DPR/DPRD mempunyai hak Imunitas,” tegasnya.

Dia juga menilai, argumentasi yang dilontarkan terkait Anggota DPRD mempunyai hak imunitas, terhadap kasus pidana dalam menyebarkan hoax (berita bohong), merupakan hoax terbaru dari Tim Hukum Pena 98.

“Saya kira sudah jelas, bahwa argumentasi Tim Hukum Pena 98, hanya sekadar opini yang tidak punya dasar hukum. Karena mengaitkan kasus hoax dengan hak imunitas. Sedangkan dalam UU MD3, penjabaran hak imunitas itu sangat jelas,” ucapnya.BOB 

Pos terkait