- Penuhi Tuntutan Warga
- Hidayat Minta Penyintas Tempati Huntara
TANAMODINDI,MERCUSUAR- Ratusan penyintas atau korban likuefaksi di Kelurahan Balaroa berunjukrasa dan mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) untuk memenuhi tuntutan para penyintas diantaranya hunian tetap (huntap), jatah hidup, status lahan Balaroa, serta dana stimulan yang hingga kini belum dicairkan, Senin (15/7/2019).
Aksi itu dimulai sekira pukul 10.00 wita, dengan menggunakan truk dan sepeda motor, massa aksi mendatangi kantor DPRD Kota Palu dan menyerahkan tuntutan mereka kepada anggota DPRD, dimana mereka berharap legislator segera mendesak Pemkot untuk menyelesaikan persoalan dan nasib para penyintas di wilayah itu, yang sudah 10 bulan ini tidak ada kejelasan.
Koordinator Aksi, Nurcholis menyampaikan sejumlah poin tuntutan sejak 10 bulan terjadinya bencana yang menerjang permukiman dan kawasan perumnas Balaroa, dimana sampai saat ini mereka menganggap tidak ada perhatian dari pemerintah untuk menyelesaikan segala permasalahan yang menimpah para penyintas Balaroa.
“Kita ini ibaratnya sudah jatuh tertimpah tangga lagi, sudah susah kita bukanlah diberikan solusi atau bantuan dari pemerintah, malah seperti diabaikan, dimana perhatian pemerintah,” katanya, saat berorasi.
Usai menyerahkan tuntutan di DPRD Kota, massa aksi kemudian menuju kantor Wali Kota Palu, di tempat itu massa diterima oleh Wali Kota Palu, Hidayat yang mengatakan, untuk wilayah Balaroa tidak akan lagi dibangun Huntara, sebab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sudah menarik diri, karena adanya penolakan dari warga.
Namun, Hidayat meminta penyintas untuk bersedia menempati Huntara yang akan disiapkan Pemkot, yang tersebar di wilayah Palu Barat dan Palu Selatan, dengan begitu tidak ada lagi penyintas yang tinggal di tenda-tenda dan itu sudah sejak awal diminta pindah namun forum atas nama penyintas Balaroa tetap menolak dan meminta segera dibangunkan Huntap.
“Kita tetap mengupayakan Huntara dengan adanya bantuan dari perbankan, sedangkan untuk Huntap sudah disepakati relokasi di Tondo. Sedangkan tuntutan ganti rugi lahan mereka, saya kira dalam forum diskusi di pusat sudah sering kita sampaikan dan lagi-lagi belum ada jawababan yang pasti, bila menggunakan dana APBD daerah itu tidak mungkin kita membayar, Karena ada 13 kelurahan yang terdampak tsunami, dua kelurahan terkena likuefaksi dan patahan gempa, dan semuanya minta ganti rugi tanahnya,” jelas Hidayat kepada massa aksi.
Soal status lahan Balaroa yang terkena likuefaksi, Hidayat menjelaskan, sebenarnya lahan yang mereka tinggalkan akan dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau, karena tidak mungkin lagi dibangun hunian. Dan Hidayat tekah mengusulkan ke pusat, apabila nantinya disetujui dijadikan lokasi wisata, maka untuk bangunan untuk tempata jualan, akan diutamakan dikelolah para penyintas di wilayah itu, sebagai hak guna usaha bukan hak milik sebab para penyintas telah kita diberikan Huntap.
Wali kota melanjutkan, untuk Huntara yang hanya atas nama dan hingga kini tidak ditempati oleh pemiliknya, maka Hidayat meminta untuk mengganti pemilik, sebab masih banyak penyintas yang lebih membutuhkan. “Bila perlu atau jika terkunci, silakan buka paksa dan ditempati. Untuk itu, saya minta forum mengumpulkan data anggotanya untuk kita daftarkan menerima Huntara,”ujarnya. ABS