Penyintas di Huntara Saling Berbagi Makanan

CITIZEN JOURNALISM - Copy

Oleh : Nerlan / Jurnalis Warga Mamboro

TALISE, MERCUSUAR – Selama pandemic Covid-19, penyintas bencana di Kota Palu, terutama yang masih tinggal di pengungsian atau Hunian sementara (Huntara) mengalami krisis keuangan. Pasalnya, Sebagian besar penyintas kehilangan mata pencarian karena adanya kebijakan social distancing. Tak sedikit penyintas yang kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama makan dan minum .

“Kami sering saling berbagi makanan dengan pengungsi lain di huntara. Kebetulan kami memasak menggunakan dapur umum, jadi kami memasak sama-sama bahan makanan yang ada, kemudian makan bersama, sehingga tidak satupun diantara pengunsi yang kelaparan,” kata Hamsia, salah satu penghuni di Huntara Mamboro.

Hamsia menceritakan bahwa, dia bersama ibu-ibu di Huntara sering kali mencari tumbuhan yang ada disekitar huntara yang bisa dijadikan sayur untuk dikonsumsi bersama. Disekitar huntara, atau di wilayah Mamboro, banyak tanaman yang bisa dijadikan sayur, seperti kelor, daun singkong, atau pakis liar.

Menurutnya, mencari tanaman sayur untuk dikonsumsi terpaksa mereka lakukan karena tak memiliki banyak uang untuk membeli sayuran maupun ikan di pasaran. Sementara suami mereka tidak lagi bekerja setelah diberhentikan dari pekerjaan.

“Suami saya dulunya kerja bangunan di kampus Untad Palu, tapi sekarang sudah tidak kerja lagi karena perusahaan sudah menghentikan pembangunan dengan alasan ada corona,” kata Hamsia.

Menurut Hamsia antara penyintas di Huntara, sudah seperti keluarga sendiri, sehingga susah senang selalu dirasakan bersama. 

Seperti nasib penyintas di Huntara lain di Kota Palu, warga di Huntara Mamboro juga tak pernah menerima jatah hidup (jadup) yang dijanjikan pemerintah. Sementara kondisi perekonomian warga di Hutara selama pandemic Covid-19 semakin tak jelas.

Dilla (33) salah satu warga di Huntara Mamboro mengaku bingung harus mengadu dan meminta pertolongan siapa, sehingga warga tidak mati kelaparan.

“Kami sudah bingung harus mengadu ke mana. Sudah datang ke kantor dinas sosial, mereka bilang bantuan sembako hanya untuk warga yang terkena corona. Menanyakan kejelasan soal Jadup, hanya di bilang sabar,” kata Dilla.

Menurutnya, penyintas bencana juga tidak akan menuntut Jadup kepada pemerintah jika hal itu tidak dijanjikan sebelumnya.  Pascabencana hingga kembali datang bencana kedua yaitu Corona, Jadup tidak pernah mereka terima.

Dilla mengungkapkan bahwa para dermawan sering datang mengantarkan bantuan, seperti sembako, makanan atau air bersih. Pemerintah sama sekali tidak pernah memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum penyintas di Huntara.

“Kami diminta masuk huntara, setelah itu diterlantarkan. Sekarang kami harus bikin apa. Setelah adanya corona kami semakin kesulitan untuk mendapatkan uang. Kalau seperti ini terus dan pemerintah tidak peduli, maka kami bisa mati kelaparan di Huntara,” ujarnya.

Berbagai cara dilakukan warga di Huntara agar tetap bisa bertahan hidup, seperti saling berbagi apapun yang dimiliki, terutama makanan.

Dilla berharap sesekali wali kota atau pejabat dijajaran Pemerintah Kota Palu datang mengunjungi warga di Huntara, sehingga mereka tahu kondisi warga saat ini.

“Kami sudah capek mengemis. Bapak wali kota kalau bisa datang langsung liat kami di Huntara. Kami sudah tidak bisa bikin apa-apa,hanya berharap dan menunggu,” kata Dilla.*****

Pos terkait