Penyintas Diminta Segera Kosongkan Huntara

Huntara (2)
SPANDUK IMBAUAN- Di lokasi huntara tampak sebuah spanduk pengumuman terpampang dengan isian meminta kepada seluruh penghuni Huntara untuk segera mengosongkan lokasi sesuai kesepakatan bersama. Foto lain, surat perjanjian bersama bahwa Penyintas harus mengosongkan lahan paling lambat 1 Januari 2021 nanti. FOTO: IST

TAVANJUKA, MERCUSUAR – Tepat 1 Januari 2021, perjanjian peminjaman lahan hunian sementara (Huntara) Tavanjuka resmi berakhir. Di lokasi huntara tampak sebuah spanduk pengumuman terpampang dengan isian meminta kepada seluruh penghuni Huntara untuk segera mengosongkan lokasi sesuai kesepakatan bersama.

Lokasi Huntara yang berada di atas lahan milik Yayasan Ikhlaasul Khairaat tersebut, sampai saat ini masih dihuni oleh 21 kepala keluarga (KK). Sebagian besar Penyintas yang menempati lahan tersebut pun belum juga memiliki alternatif akan tinggal di mana setelah perjanjian peminjaman lahan berakhir.

Menurut salah seorang penyintas, Hanang (45), sebelumnya Huntara tersebut merupakan bantuan dari pihak Bank Indonesia (BI) dengan kesepakatan penggunaan lahan selama 2 tahun.

Selang waktu berjalan, memang terjadi beberapa kali masalah antara penyintas dan pihak yayasan selaku pemilik lahan. Sebab itu, lahirlah perjanjian bersama bahwa penyintas harus mengosongkan lahan paling lambat 1 Januari 2021 nanti.

Hanang juga menyampaikan kegelisahannya terkait nasib mereka kedepannya dan berharap pemerintah kota (Pemkot) ataupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) dapat memberikan solusi bagi Penyintas.

“Tidak tahu lagi mau tinggal di mana pak. Semoga segera ada solusi dari pemerintah,” keluhnya.

Menanggapi kondisi tersebut, Kepala Divisi Advokasi dan kampanye Sulteng Bergerak, Freddy Onora, menjelaskan bahwa masalah-masalah yang menimpa Penyintas dan Pemilik Lahan itu merupakan akumulasi masalah dari lambannya respon penanganan pasca bencana oleh Pemerintah.

Menurutnya, masalah-masalah seperti itu seharusnya bisa dihindari jika pemerintah mau transparan dan mengutamakan unsur partisipatif dari seluruh pihak dalam proses penanganan pasca bencana.

“Problem-problem yang terjadi di lapangan itu merupakan akumulasi masalah selama dua tahun pasca bencana. Kalau Pemkot Palu benar-benar serius mengurusi masalah penyintas ini, maka hal-hal seperti ini akan bisa diminimalisir,” tutur Freddy.

Freddy juga menambahkan, Pemkot harus segera memberikan kepastian sebagai solusi atas  urgensi masa berakhirnya rehab-rekon sesuai dengan Instruksi Presiden (INPRES) No.10 Tahun 2018. TIN

Pos terkait