PALU, MERCUSUAR – Konflik sosial sering terjadi di beberapa wilayah, termasuk di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Perempuan dan anak sangat rentang menjadi korban kekerasan dalam situasi konflik, sehingga mereka wajib mendapatkan perlindungan khusus.
Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak (DP3A) Sulteng, Ihsan Basir saat membuka kegiatan training early warning system (ews) atau sistem peringatan dini pencegahan konflik berbasis komunitas, Kamis (15/8/2019) di Swissbell Hotel, Palu.
Menurutnya, setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan dan jaminan atas hak asasinya, berhak untuk bebas dari penyiksaan, ancaman, tekanan, serta mendapat akses, peluang berpartisipasi, melakukan kontrol serta manfaat yang sama dalam pemberdayaan guna mencapai keadilan dan kesejahteraan hidup.
Masalah konflik sosial dan upaya pencegahannya lanjut dia, menjadi perhatian tersendiri. karena terjadinya konflik menyebabkan perempuan dan anak rentan mengalami eksploitasi, kekerasan, dijadikan sasaran bagi kelompok yang bertikai untuk tujuan tertentu, mengalami tindakan kekerasan seksual, penyiksaan, pembunuhan, pengusiran paksa, ancaman, intimidasi, diperdagangkan, dijadikan alat untuk memaksa lawan menyerah, penjarahan, perampasan harta benda dan lainnya.
Ihsan menambahkan, Sulteng termasuk salah satu provinsi yang rawan konflik sosial. Salah satu contoh konflik yang berdampak luas adalah konflik Poso tahun 1998. Contoh lainnya adalah konflik yang terjadi di kecamatan Marawola pada tanggal 12 februari 2018, memicu perkelahian antar warga yang menyebabkan 1 (satu) orang meninggal dunia.
“Yang paling sering terjadi adalah tawuran antar pelajar, yang berakibat adanya korban terluka, rusaknya infrastruktur bangunan sekolah dan rumah rumah warga,” ujarnya.
Berdasarkan kondisi tersebut kata dia sudah sewajarnya perempuan dan anak sebagai kelompok rentan dalam setiap terjadinya konflik, mendapatkan perlindungan khusus, seperti perlindungan dari tindak kekerasan,’pemenuhan kebutuhan dasar serta kebutuhan spesifik, memperoleh pelayanan rehabilitasi, termasuk pelayanan psikologi, pelayanan kesehatan reproduksi dan lain-lain, yang diperlukan perempuan dan anak dalam kondisi konflik.
Menurut Ihsan, berbagai aturan tentang penanganan dan pencegahan konflik sosial di tingkat pemerintah pusat, telah ditindaklanjuti dengan aturan di tingkat daerah. Namun demikian implementasi masih dirasakan kurang. Sebagai contoh, Undang-undang penanganan konflik sosial, telah ditindaklanjuti dengan peraturan presiden dan peraturan pemerintah.
Di Sulteng lanjut Ihsan, telah ditindaklanjuti dengan pembentukan tim terpadu penanganan konflik sosial, dan SK Gubernur Nomor 463/506/DIS.P3A-G.ST/2017, tentang penetapan rencana aksi daerah dan pembentukan kelompok kerja perlindungan perempuan dan anak dalam konflik sosial di Sulteng tahun 2017-2019.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka DP3A Sulteng melalui bidang perlindungan hak perempuan dan perlindungan khusus anak, akan melaksanakan kegiatan training early warning system berbasis komunitas.TIN