Perempuan dan HIV-AIDS

index

TALISE, MERCUSUAR- Sebagai kaum hawa, mendengar kalimat HIV-AIDS sejenak membuat kemelut dalam diri kita. Penyakit ini cukup menakutkan, bahkan telah diberi label negatif di kalangan masyarakat.

 

“kata ‘HIV’ terkadang menjadi satu momok dikala virus itu benar-benar ada dalam diri kita, terutama sebagai perempuan,” demikian dikatakan, Andi Rahmi, SH.

 

Dia mengatakan, minimnya informasi bahaya HIV – AIDS serta kurangnya peran lelaki untuk menghargai wanita dalam hal melindungi pasangan wanitanya dari inveksi HIV menjadi satu masalah tersendiri.

 

Fenomena yang akhir-akhir ini bermunculan adalah banyaknya penyimpangan khususnya yang dilakukan oleh wanita penjaja seks dimana mereka menawarkan pelacuran gaya baru yang melibatkan peran teknologi dan pasar secara online.

 

Pasar seks online yang begitu cepat, mudah diakses oleh masyarakat tentu menjadi salah satu daya tarik sendiri bagi kaum laki-laki tanpa memikirkan sebab dan akibat dari kegiatan tersebut. Fenomena ibu rumah tangga yang terinveksi HIV dari suaminya dan berujung menginveksi bayinya hingga meninggal bukanlah hal baru, kasus ini banyak terjadi di semua daerah di Indonesia serta di Sulawesi Tengah.

 

Jika melirik data Dinkes Sulteng, Januari sampai Des 2018, dari 301 kasus HIV ada 77 kasus HIV pada perempuan (25,58%) dan AIDS : 117 kasus, 38 kasus pada perempuan (32,47%) serta pada bayi dibawah 5 tahun terdapat 4 kasus HIV (1,32%).

 

Melihat fenomena ini, perempuan perlu proteksi, yang diawali dengan peningkatan pengetahuan HIV-AIDS dan infeksi menular seksual (IMS) yang harus menyeluruh, tidak hanya terpusat di perkotaan akan tetapi juga di pedesaan, oleh karena masih banyak kaum hawa di pedesaan yang sama sekali belum mengerti HIV-AIDS, atau penyakit kelamin lainnya.

 

“Sebagai perempuan periksakan diri kita, jangan berasumsi bahwa tidak memiliki gejala pasti tidak memiliki HIV. Mengapa, karena virus ini memiliki masa inkubasi ±5-10 thn jadi perlu deteksi dini,” ujarnya.

 

Dia menyarankan, sebisa mungkin meminta pasangan kita untuk terbuka tentang sejarah atau kegiatan seksnya. Darisini akan diketahui bahwa pasangan kita beresiko atau tidak. Dengan era teknologi saat ini kita bisa mencari sendiri informasi tentang HIV-AIDS serta cara pencegahan dan penanggulangannya tanpa menunggu pemerintah terkait turun untuk memberikan edukasi HIV dan IMS.

“Memproteksi diri kita sejak awal itu akan lebih baik. Bagi sebagian perempuan tentu ini sulit sehingga disini sangat dibutuhkan peran laki-laki dalam pencegahan HIV-AIDS, karena mereka harus sadar bahwa mereka harus bertanggung jawab terhadap istri,anak dan keluarganya, yakni dengan menjaga perilaku dengan tidak melakukan praktek seksual beresiko,” jelasnya. AMR/*

 

Pos terkait