PALU, MERCUSUAR – Pegembangan komoditi kopi di Sulteng perlu keseriusan pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten. Mengingat prospek tanaman kopi yang dikembangkan di Sulteng khususnya di wilayah Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi sangat besar.
“Pemerintah harus duduk bersama dengan pengusaha, stakeholder lainnya dan petani kopi untuk pengembangan komoditi kopi kedepan, karena prospeknya di daerah ini sangat besar dibandingkan daerah-daerah di Pulau Jawa,” kata Yewin Tjandra selaku owner Kedai 27 Palu yang bernaung dibawah PT Warung Kopi yang merupakan anak perusahaan PT Santos selaku pemilik Kopi Kapal Api, pekan lalu.
Dikatakannya, kopi Sulteng tidak masuk standar nasional karena ukurannya kecil-kecil, padahal tanah di Sulteng subur. Hal itu disebabkan oleh sejumlah faktor, seperti pupuk maupun pembudidayaannya.
Selain itu, juga jadi kendala yakni kopi asal Sulteng kesulitan menembus pasar nasional, karena terkait pengelolaannya. Sebab petani menjual kopi pada tengkulak, serta kopi yang dijual itu (ke tengkulak) belum matang. Maksudnya, biji kopi telah dipetik untuk dijual dalam kondisi setengah atau tiga per empat matang. Padahal, kopi akan lebih baik jika dipetik telah matang.
Hal itu, tambahnya, karena mereka lebih memilih uang daripada kualitas. ‘Mindset’ itu yang salah dan harus diubah. “Ini yang perlu edukasi dan keseriusan pemerintah daerah agar kedepan komoditi kopi Sulteng lebih baik,” tuturnya.
Terkait jenis kopi yang tepat untuk dikembangkan di Sulteng, kata Yewin, jenis Robusta. Sebab untuk Arabika, Sulteng sulit bersaing dengan Sulawesi Selatan yakni daerah Toraja, yang kondisi alamnya sesuai untuk pengembangan kopi Arabika. “Kita (Sulteng) fokus saja ke Robusta (pengembangan), karena dapat bersaing dengan daerah lain. Walaupun memang untuk harga Arabika lebih tinggi,” tutupnya. AGK