Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tengah Melambat

PEREKONOMIAN

PALU, MERCUSUAR – Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah (Sulteng) pada tahun 2018, mencapai 6,30 persen, sedikit melambat dari tahun 2017, sebesar 7,14 persen. Hal ini sebagai konsekuensi adanya bencana alam yang terjadi pada 28 September 2018.

Demikian dikatakan Wakil Gubernur Sulteng, Rusli Dg. Palabbi, dalam rapat penanggulangan kemiskinan daerah dan kabupaten/kota se-Sulteng tahun 2018, yang dilaksanakan di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulteng, Rabu (2/10/19). Menurut Wagub, meskipun melambat, pencapaian ini relatif lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional, sebesar 5,17 persen.

Menurut Rusli, perkembangan penduduk miskin di Sulteng pada periode 2010 hingga Maret 2019, secara umum mengalami penurunan, dilihat dari sisi pengukur presentasinya. Namun sejak tahun 2012, tingkat kemiskinan tersebut menunjukkan situasi cenderung meningkat. Kenaikan tersebut kata dia, dipicu dari kenaikan harga kebutuhan pokok, seperti beras, gula, ikan, telur, juga tingginya konsumsi rokok di kalangan penduduk miskin.

Adapun jumlah dan persentase penduduk miskin pada Maret 2017, sebanyak 417.870 jiwa atau 14.14 persen, kemudian meningkat menjadi 423.270 jiwa atau 14.22 persen. Pada bulan September 2017, angka tersebut mengalami kenaikan menjadi 540.490 jiwa atau 0,08 persen.

Kemudian pada Maret 2018, jumlah penduduk miskin menjadi 420.210 jiwa atau 14,1 persen. Kemudian pada September 2018, turun menjadi 413.490 jiwa atau 13,69 persen. Selanjutnya pada Maret 2019, jumlah penduduk dengan pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan, mencapai 410.360 jiwa atau 13,48 persen, atau berkurang sebanyak 3.130 jiwa, dibandingkan dengan kondisi September 2018.

Persentase penduduk miskin pada daerah perkotaan pada September 2018, sebesar 9,50 persen turun menjadi 9,32 persen pada Maret 2019. Kemudian, persentase penduduk miskin pada daerah pedesaan pada September 2018, mencapai 15,41 persen, kemudian turun menjadi 15,26 persen pada Maret 2019.

Persentase penduduk miskin di Sulteng, masih cukup tinggi, jika dibandingkan dengan provinsi lain. Untuk Sulawesi, Sulteng menempati urutan tertinggi kedua setelah Gorontalo. Kemudian, dari sisi jumlah penduduk miskin, Sulteng dengan jumlah penduduk miskin 410.360 jiwa merupakan jumlah tertinggi kedua setelah Sulawesi Selatan, yang mencapai 767.800 jiwa.

“Untuk garis kemiskinan, pada periode September 2018 sampai Maret 2019 naik sebesar 4,01 persen, yaitu dari Rp424,40 perkapita perbulan pada September 2018, menjadi Rp441,36 perkapita perbulan, pada Maret 2019.

Untuk Kota Palu sendiri, menurut Kepala Bappeda Kota Palu, Arfan, jumlah penduduk miskin dalam kurun waktu empat tahun terakhir cenderung menurun, di mana tahun 2015 berjumlah 27.190 jiwa, 2016 berjumlah 26.240 orang, 2017 berjumlah 25.500 orang, dan tahun 2018 berjumlah 25.263 orang.

Kondisi ini kata dia, tentunya didukung dengan program-program penangangan kemiskinan di beberapa OPD, di lingkup Pemerintah Kota Palu, di antaranya yakni memfasilitasi dan menstimulasi pemukiman masyarakat kurang mampu, pemanfaatan utilitas perkotaan di kawasan kumuh, dukungan penciptaan iklim usaha kecil dan menengah, serta program-program lainnya.

Secara konseptual kata dia, kemiskinan terbagi atas dua hal, yakni kemiskinan relatif yang didasarkan pada standar kehidupan, yang ditentukan dan ditetapkan secara subyektif oleh masyarakat setempat, serta kemiskinan absolut, yang didasarkan pada standar kehidupan minimum, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang diperlukan.

Adapun strategi penanggulangan kemiskinan Kota Palu tahun 2019, yaitu memastikan ketepatan sasaran penanggulangan kemiskinan, dengan berbasis pada BDT (Basis Data Terpadu), yang termutakhirkan, keberpihakan politik anggaran untuk penanggulangan kemiskinan, pengawasan terpadu kegiatan penanggulangan kemiskinan, hingga mendorong partisipasi masyarakat dan dunia usaha secara kolaboratif, dalam penanggulangan kemiskinan.

Dalam hal ini, Pemerintah Kota Palu kata Arfan, merekomendasikan perlu adanya koordinasi yang intens, antara pemerintah pusat, daerah, pihak swasta, pelaku usaha, LSM, dan masyarakat, agar program penanggulangan kemiskinan dapat lebih berjalan efektif.

Selain itu, pihak Pemkot mewajibkan kepada semua OPD, untuk mengacu pada BDT program penanggulangan kemiskinan, dalam membuat inovasi program kegiatan yang ada di OPD masing-masing. PPL2

Pos terkait