Pokja AMPL Diminta Percepat Kerja Wash Klaster

wash Klaster - Copy (2)

TANAMODINDI, MERCUSUAR – Pascabencana alam 28 September 2018, NGO-NGO yang tergabung dalam Wash Klaster Kota Palu dalam program pemulihan sanitasi di Kota Palu, khususnya di 22 lokasi Huntara (Hunian Huntara), bertemu Pemerintah Kota Palu, untuk memaparkan sejauh mana kerja-kerja tim tersebut selama di Kota Palu.

Diharapkan Kelompok Kerja (Pokja) AMPL (Air Minum dan Penyehatan Lingkungan) diaktifkan sebagai wadah koordinasi dan kolaborasi lembaga pemerintah dan non pemerintah, dengan struktur dan tugas pokja AMPL dapat terus mempercepat kerja-kerja di lapangan yang telah dilaksanakan tim Wash Klaster, tentunya mengacu pada surat keputusan Deputi Bidang pengembangan regional selaku ketua tim pengarah pembangunan perumahan, permukiman, air minum dan sanitasi nasional no KEP.23/D.II/02/2018. Demikian dikatakan Soesatyo Budi Kurniawan dari Wash Consultant UNICEF, dihadapan Wakil Wali Kota Palu, Sigit Purnomo Said, Selasa (12/3//2019) bersama WVI,JMK OXCAM,UNTAD,INANTA-JUH.

Dia katakan dalam masa pengerjaan sanitasi, ada beberapa lokasi yang pengerjaan sumur bornya yang harus berpindah berkali-kali karena secara proporsi antara debit air yang keluar dengan jumlah kebutuhan tidak sesuai, dikarena ada masalah seperti tempat pengoboran yang sampai sekarang gagal dilakukan pengoboran hingga berpindah, sebab mekanisme dari Water Trapping dari masa transisi karena tidak ada sumber air sehingga menyerap banyak pipa dan lainya.

Dia laporkan beberapa lembaga juga telah menyelesaikan kerjanya, baik NGO lokal hingga NGO internasional yang sudah berakhir masa kerjanya telah menarik diri dari Kota Palu, namun masih ada yang hingga tahun 2020.

“Dalam prosesnya ada beberapa kegiatan yang sudah dilakukan seperti air bersih, Alhamdullilah kita sudah berhasil berkoordinasi dengan Kementrian PUPR jika ada kekurangan. Sumber air bersih yang di Huntara, seperti ada dua sumur bor yang menambah kekurangan yang dilakukan Kementrian PU,” ujarnya.

Diharapkan sarana ini akan diserahkan ke Pemerintah Kota dengan kelengkapan dan juga kekurangannya, maka harus diidentifikasi kekurangannya seperti apa? Dia melanjutkan, seperti peralatan itu ternyata jumlahnya masih belum memadai dan pembiayaanya nanti ditanggung siapa dan bagaimana perawatannya? dan pola-pola setelah dua tahun mereka yang awalnya pengungsi sudah tinggal dirumah pribadi dengan kamar mandi sendiri, kehidupan kebersihannya tetap didampingi.

 

Wawali: Masih Ada Warga Berbeda Pendapat

Mengenai AMPL, Wakil Wali Kota, Sigit Purnomo Said mengatakan, di Pemkot sudah ada uraian tugasnya masing-masing dan masuk dalam program pemerintah, hanya perlu diperhatikan mengenai pembiayaan ini kemampuan daerah sangat terbatas, sehingga harus dibantu dana dari pemerintah provinsi.

“Sehingga jadi terkesan tumpang tindih jadinya.Semua teknis yang disampaikan sudah dilakukan Pemkot namun masyarakat tetap berbeda pendapat,”tekannya.

Menghadapi masyarakat ini terkadang harus dilakukan di luar dari acuan kerja yang tersusun, dia tegaskan pengelolaan air tanpa treatmen sudah dilakukan, dengan treatmen pun juga sudah dilakukan, proses pendistribusian air yang menggunakan tangki damkar juga sudah dilakukan Pemkot, namun ditolak semua warga dengan alasan airnya kotor. ABS

Pos terkait