PALU, MERCUSUAR – Pertemuan sejumlah dewan adat dengan pihak Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah untuk ketiga kalinya di sebuah Caffe, Kamis (12/9/2019).
Pertemuan tersebut dinilai belum memberikan gambaran kepastian penanganan hukum kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoax dan beraroma fitnah oleh Yahdi Basma kepada Longki Djanggola.
Ketua Dewan Adat Kabupaten Donggala, Haji Datu Wajar Lamarauna menegaskan, dewan adat sudah memberikan ultimatum dan tidak ada kompromi jika Polda tidak lakukan penambahan pasal serta mempercepat proses P21.
“Kita tunggu sampai hari Rabu. Ini juga tenggat waktu yang diberikan dewan adat Banawa dan Kemagauan Sindue,” tegas Datu.
Ia menandaskan tenggat waktu ini sudah dikemukakan dan disepakati oleh sejumlah dewan adat pada silaturahmi beberapa waktu lalu, yakni selama 10 hari. Namun, jika tidak ada kepastian, maka sanksi givu segera dijatuhkan kepada penyebar hoax dan fitnah. Datu menceritakan pertemuan mereka dengan pihak Polda ada semacam ketidak pastian hukum.
“Mereka katakan banyak bersabar mereka bekerja profesional, percayalah segitu aja. ‘Tejo’ (tidak jelas),” katanya.
Menurut Datu, bila Polda dan aparat hukum tidak memberikan keadilan hukum terhadap kasus hoax dan fitnah menimpa Longki Djanggola yang dilakukan oleh tersangka YB, maka jangan salahkan dewan dan masyarakat yang terpaksa harus bertindak sesuai dengan hukum adat istiadat di Bumi Tadulako atau Tanah Kaili.
Pertemuan tersebut dihadiri Dewan Adat Palu, Dewan Adat Donggala, Dewan Adat Sigi, dan perwakilan Parigi Moutong. Sementara pihak Polda dihadiri oleh Wakil Direktur Intelkam Polda Sulteng, Suliono.
Padahal sebelumnya ujar Datu, saat mereka dihubungi yang dijadwalkan bertemu adalah Kapolda, Brigjen Polisi Lukman Wahyu Hariyanto, namun tidak ada penjelasan mengapa Kapolda tidak hadir.
Sementara mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Tadulako (BEM Untad) Tahun 1998, Faizal Mohammad Saing menyebutkan berlarut – larutnya proses penanganan kasus hoax ini merupakan potret buram. Sebab P18 dan P19 telah terjadi ketidakpastian hukum di Sulteng, sehingga sudah menjadi anti klimaks jika pada Kamis nanti seluruh rakyat Sulteng yang merasa prihatin harus merapatkan barisan turun ke jalan.
“Untuk melakukan parlemen jalanan menuntut hilangnya rasa keadilan yang dipertonton penyidik di hadapan kita semua,” tandas Faizal, Minggu (15/9/2019).
Olehnya, Ia meminta Polda lebih profesional dan terbuka dalam penanganan kasus, sudah terang benderang siapa penyebarnya. Jangan sampai muncul penilaian publik ketidakseriusan pihak Polda dalam penanganan kasus hoax yang terkesan tebang pilih atau malah terindikasi hanya melindungi pelakunya.
Hal ini menurut Faizal tidak sejalan dengan program pemerintah pusat dan Polri yang mengkampanyekan perang terhadap hoax.BOB