PALU, MERCUSUAR – Dalam rangka mendukung kebijakan energi nasional Indonesia, berupa peningkatan porsi Energi Baru Terbarukan (EBT), Sulawesi Tengah (Sulteng) melalui badan yang dibentuk oleh sekelompok masyarakat yang peduli terhadap perkembangan teknologi, terutama dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), mengembangkan inisiatif program energi baru terbarukan, berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Keberadaannya, selain bermanfaat langsung dalam menghasilkan sumber energi non fosil, juga dapat digunakan sebagai pengembangan energi listrik dari tenaga surya, terutama di daerah Sulteng.
Hal ini dikatakan Direktur Sinergy Central Sulawesi (SCS), Robert Situmorang, dalam rilis persnya, belum lama ini. Menurutnya, Energi surya di Indonesia memiliki potensi pertumbuhan yang signifikan. Ini adalah energi terbarukan utama untuk pembangunan, didukung oleh kebijakan pemerintah Indonesia.
“Pasar energi surya telah dibuka untuk investasi swasta, operasi dan inovasi, termasuk peraturan atap surya baru-baru ini. Ini akan mendorong pembangkitan dan perdagangan listrik swasta, terutama di gedung-gedung industri dan komersial,” ujarnya.
Lanjutnya, energi surya adalah fitur utama dalam Rencana Pengembangan Energi Alternatif Indonesia 2015–2024, yang mengusulkan target 30 persen energi terbarukan atau energi hijau, dari total konsumsi energi pada tahun 2024.
Menurut Robert, krisis listrik yang terjadi di Sulteng, disebabkan oleh terjadinya gempa bumi dan diikuti dengan terjadinya tsunami pada 2018, dan terjadinya ketidakseimbangan pasokan dan permintaan. Saat ini kata dia, Sulteng memiliki pembangkit listrik berkapasitas 1382 MW, yang sebagian besar disuplai oleh PLTU, terutama PLTD, yang kinerjanya akan menurun, seiring dengan memburuknya pembangkit jenis ini.
Untuk meningkatkan pasokan tenaga listrik di Indonesia, serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak, pemerintah kata dia, menyiapkan program perbaikan pembangunan pembangkit listrik alternatif nonmigas, antara lain dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, berupa sinar matahari/tenaga surya, yang melimpah di seluruh wilayah Indonesia.
Untuk itu, pihak swasta pun turut andil dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga surya. Tenaga listrik yang dihasilkan swasta, akan dimanfaatkan oleh masyarakat atau PT PLN (Persero), sejalan dengan Program Pemenuhan Kebutuhan Tenaga Listrik Nasional, melalui perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT PLN (Persero) dengan pihak swasta.
Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa lokasi yang berpotensi untuk PLTS melalui program corporate social responsibility (CSR) di Provinsi Sulteng, sedang diusulkan. Langkah untuk mendorong implementasi PLTS kata dia, kini dihadapkan juga pada tantangan peningkatan industri di Sulteng.
Seperti diketahui, implementasi PLTS ke depannya, tidak hanya bakal ditopang dari PLTS Ground Mounted, namun juga PLTS terapung hingga PLTS Atap. Kementerian ESDM dan PT PLN pun, kini tengah menyusun Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, di mana porsi pembangkit energi terbarukan, diproyeksikan bakal mencapai 51,6 persen atau lebih tinggi ketimbang pembangkit fosil.
Selain tenaga hidro dan panas bumi, PLTS bakal jadi salah satu tulang punggung dalam mencapai target bauran EBT 23 persen pada 2025 mendatang. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengungkapkan, pihaknya telah melakukan komunikasi dengan Kementerian Perindustrian dan asosiasi mengenai kesiapan industri penunjang PLTS saat ini.
Merujuk data Kementerian ESDM hingga Juli 2021, jumlah pengguna PLTS Atap mencapai 4.028 pelanggan, dengan kapasitas total 35,56 MegaWatt peak (MWp). Adapun, pada Januari 2018, jumlah pengguna PLTS atap di Indonesia hanya sebanyak 351 pelanggan. Artinya, terjadi pertumbuhan pelanggan PLTS atap mencapai 1,047 persen dalam tiga tahun terakhir.
Sementara itu, PLN memastikan siap mendukung kebijakan pengembangan EBT. Kendati memang ada potensi kehilangan pendapatan dengan implementasi PLTS Atap sebesar 3,6 GW, yang dicanangkan pemerintah lewat Revisi Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018 jo No. 13/2019 jo No.16/2019 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap, oleh konsumen PT PLN (Persero). */JEF