PALU, MERCUSUAR – Program Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM) merupakan salah satu program yang dikembangkan Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Kemendikbud RI.
Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu salah satu perguruan tinggi di Kota Palu, yang memeroleh Program PKM tersebut, berkolaborasi dengan Universitas Tadulako (Untad), diusung oleh 3 orang dosen, masing-masing 2 dari Unismuh dan 1 orang dari Untad. Yakni Nur Rismawati sebagai Ketua, dan Muhammad Jufri dan Jamaluddin sebagai anggota. Program tersebut mendorong pengembangan usaha kain tenun, di Kelurahan Pantoloan Boya Kecamatan Taweli, Kota Palu, belum lama ini.
Kegiatan PKM tersebut telah berlangsung sejak bulan Juni 2024, namun baru resmi dibuka pada awal Agustus 2024, di ruang pertemuan Kantor Kelurahan Pantoloan Boya, oleh Lurah Pantoloan Boya, Maslin.
Dalam sambutannya, Lurah menyebut pelatihan yang diikuti kelompok tenun Mawar I tersebut diibaratkan durian runtuh. Hal itu karena kelompok tenun tersebut sudah banyak yang tidak beraktivitas sejak bencana alam pada tahun 2018 lalu.
“Kehadiran Program PKM ini membangkitkan semangat, karena alat yang rusak diganti dan diberi benang 3 kali penenunan. Kami dari Pemerintah Kelurahan mengucapkan terima kasih kepada Universitas Muhammadiyah Palu, yang bersimpati dengan kondisi masyarakat kami dan bantuannya sangat tepat,” tutur Lurah.
Ketua tim pelaksana, Nur Rismawati mengatakan Program PKM merupakan salah satu program hibah DRTPM 2024, yang diperoleh dari Kemendikbud RI.
Pemberdayaan kelompok pengrajin tenun tersebut, menitikberatkan kepada diversifikasi pewarnaan alami, yaitu penggunaan bahan alami sebagai pewarna untuk meningkatkan kualitas dan aman untuk kesehatan.
“Sebab beberapa penenun memang ada yang mengeluhkan mengalami gatal-gatal di bagian kulit. Harapannya, dengan penggunaan pewarna bahan alami ini, bisa meminimalisir bahkan menghilangkan efek samping dari penggunaan pewarna sintetik. Bahan yang nanti akan kita kembangkan dari daun dan juga kulit. Dalam hal ini, daun kayu hitam yg memang tersedia di daerah ini, dan kulit buah manggis yang dijadikan sampel. Sebenarnya, masih banyak daun tanaman dan kulit buah, serta kulit tanaman yang bisa dijadikan pewarna,” tutur Rismawati.
Ia menambahkan, program PKM tersebut turut berbasis teknologi, dengan memodifikasi alat penggulung benang yang tadinya masih menggunakan alat manual sederhana, yaitu digulung dengan ginjir, akan diganti dengan penggulung benang menggunakan listrik.
“Hal ini akan meminimalisir waktu, sehingga waktu penggulungan benang akan jauh lebih cepat dan berdampak pada waktu produksi tenun yang akan menjadi lebih cepat,” tandasnya. */IE