PALU, MERCUSUAR – Pembangunan hunian sementara (huntara) di Mamboro, Kecamatan Palu Utara, Palu, ternyata masih meninggalkan masalah. Huntara yang dibangun PT Unik Sejahtera Bersama (USB) dan beberapa kontraktor lokal itu belum dibayarkan lunas oleh PT Pembangunan Perumahan (PP).
“Itulah sebabnya mengapa PT USB melakukan penyegelan di huntara bagian depan, Jumat, 27 September 2019. Kewajiban kami membangun huntara sudah selesai dan sudah ditinggali warga korban bencana. Tetapi sampai sekarang PT PP belum melunasi kewajibannya,” kata Humas PT USB, Akbar kepada Mercusuar, kemarin.
Disebutkan, PT USB selaku subkontraktor sudah berupaya meminta kepada PT PP selaku pelaksana pembangunan huntara untuk melunasi kewajibannya. Sebab, pembangunan huntara sudah diselesaikan dan diserahterimakan. Namun sampai sekarang belum juga membuahkan hasil.
Menurut Akbar, pihaknya sudah melakukan upaya komunikasi dan negoisasi kepada PT PP, tetapi upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Bahkan merugikan secara sepihak kepada PT USB.
Dia juga mengungkapkan, perusahaannya merasa dirugikan oleh PT PP yang pernah meminjam bahan bangunan ke manajemen atau oknum PT PP. Namun sampai saat ini juga belum digantikan.
“PT USB mendapatkan kesalahan administrasi yang dilakukan oleh manajemen PT PP dan dapat merugikan PT USB selaku subkontraktor,” katanya.
Pihaknya berharap kepada Kementrian PUPR selaku kuasa pengguna anggaran ikut proaktif bersama PT PP dalam menyelesaikan proses keterlambatan pembayaran hunian sementara di Mamboro itu. Sebab, sudah dapat dipastikan, PT USB merasa sangat dirugikan dalam keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh PT PP dalam bentuk materiil maupun inmaterial.
Sementara Direktur PT USB, Desiana Parura yang dihubungi melalui telepon di Jakarta tadi malam, membenarkan masih ada kewajiban PT PP yang belum dilunasi. Ia juga sangat menyayangkan, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar PT PP belum menyelesaikan kewajibannya padahal pekerjaan huntara Mamboro sudah diselesaikan.
Desiana juga membenarkan, perusahaannya pernah meminjamkan material ke PT PP untuk digunakan pekerjaan di luar kawasan huntara Mamboro. “Tetapi sayangnya perusahaan BUMN itu tidak mau membayarnya,” katanya.
“Memang kita pinjamkan material dan alat berat yang kami sewa untuk digunakan di tempat lain. Itu hal wajar karena kami bekerja untuk mereka. Lalu diskon yang kami minta ke PT PP itu wajar karena mereka perusahaan besar,” kata lagi Desiana.
Ia menceritakan, PT USB menyewa alat berat senilai Rp 185 juta. Alat berat itu digunakan untuk meratakan lahan yang akan dibangun huntara. Pihaknya dijanjikan ada biaya untuk itu.
Tetapi Desiana menjadi marah. Bagaimana tidak, ternyata PP mentransfer uang itu ke rekening Rudianto, perwakilan PT USB di Palu. Pihak PP beralasan bahwa karena Rudianto-lah yang membawa alat berat itu.
“Bagaimana mungkin, Rudianto itu perwakilan PT USB di Palu menyewa alat dengan menggunakan uang perusahaan. Lalu mengapa kemudian PT PP malahan mentransfer ke rekening pribadi Rudianto,” tanya Desiana.
Bagian Administrasi dan Keuangan PT PP, Dartono yang dihubungi melalui pesan singkat sore kemarin, hingga malam hari tidak ada respon.
Huntara di Mamboro dibangun sebanyak 20 unit atau sebanyak 120 bilik. Proyek ini dari Kementerian PUPR yang kemudian menunjuk perusahaan BUMN, yaitu PT PP untuk mengerjakannya. Selanjutnya PT PP mempercayakan lagi kepada PT USB untuk mengerjakannya.MAN