KABONENA, MERCUSAR – Pemerintah Kecamatan Palu Barat, menertibkan puluhan penyintas yang menempati hunian sementara (Huntara) di Jalan Asam III, Kelurahan Kabonena, Senin (22/7/2019). Dari 160 unit/bilik huntara, terdapat 46 unit yang kepemilikannya bermasalah, sehingga pemerintah setempat diback up aparat Satpol PP, Polri dan TNI menertibkan penyintas yang tinggal di huntara yang dibangun oleh Kompas itu.
Camat Palu Barat, Kapau Bauwo mengatakan, dari ratusan unit huntara, ada puluhan huntara yang diminta untuk dikosongkan oleh pemiliknya karena dinilai bermasalah. Beberapa permasalahan itu diantaranya, ada huntara yang ditempati oleh penyintas, dimana sebelum bencana yang bersangkutan tidak memiliki rumah melainkan tinggal di sebuah kos-kosan, namun mendapat bantuan huntara.
Kemudian, ada juga huntara yang dihuni oleh penyintas dari kelurahan lain, dan bukan penyintas di kelurahan setempat, yang nota bene juga kehilangan tempat tinggal akibat gempa berkekuatan 7,4 SR September 2018 lalu. Dan juga ada penghuni huntara tersebut ketika dicek, ternyata masih memiliki rumah tinggal yang layak huni.
“Kita prioritaskan untuk menempati huntara tersebut adalah sekitar huntara dalam artian warga Lere dan Kabonena, tentunya yang betul-betul terdampak bencana atau kehilangan tempat tinggal,” ujar Kapau.
Sementara, Lurah kabonena Yaser Syam yang dikonfirmasi mengaku bingung atas tindakan tersebut, pasalnya warga yang di huntara tersebut semuanya berdasarkan surat keterangan dari lurah tempat tinggal masing-masing, termasuk Lurah Balaroa yang menyatakan warganya yang betul-betul kehilangan tempat tinggal dan rusak berat, sehingga dirinya mengaku tidak sependapat dengan tindakan penertiban atau pengosongan puluhan huntara itu.
Yaser juga membantah, pernyataan camat yang menyatakan bahwa huntara tersebut hanya diperuntukan bagi warga Lere dan Kabonena, melainkan untuk warga Kota Palu tidak terkecuali yang terdampak bencana.
“Begitu informasi yang saya terima dari pihak yang membangun huntara itu yakni dibangun untuk korban bencana alam dan berdasarkan kriteria rumah hilang dan rumah rusak berat,” ujarnya.
Lurah Pertanyakan Tindakan Penertiban
Yaser menjelaskan bahwa sebenarnya selain di Huntara Jalan Asam 3, di daerah Kabonena masih ada huntara yang kosong dan itu terdaftar atas nama warga Lere. Menurutnya sengaja dibiarkan kosong karena dirinya menunggu verifikasi data dari Kelurahan Lere. Olehnya dia mempertanyakan tindakan penertiban itu.
“Mengapa Huntara Kompas yang dipaksakan dengan mengorbankan warga yang telah menempati dengan mengatakan tidak berhak sebab bukan warga Lere,” tanyanya.
Dia menjelaskan, awalnya huntara Kompas ini dibangun tanpa ada pernyataan bahwa hanya diperuntukan bagi warga Lere, bahkan selesai dibangun tanpa ada fasilitas air dan listrik, sehingga tidak langsung ditempati. Maka Yaser mengajukan permohonan ke BPBD Palu untuk melengkapi fasilitas huntara tersebut, sebab ada beberapa warga sudah tidak layak lagi tinggal di tenda dan pihak Kelurahan Kabonena tetap melakukan pendataan dengan kriteria, yang bisa menempati adalah penyintas yang kehilangan rumah artinya bukan yang kos atau kontrak tapi milik sendiri, dimana jumlah bilik Huntara Kompas sebanyak 160 bilik.
“Yang mendaftar ke Kelurahan Kabonena waktu itu, ada 225 KK (Kepala Keluarga) semuanya dari Masjid Agung sebagian warga Lere, maka kita turunkan datanya ke Kelurahan Lere untuk diverifikasi kebenaranya. Ditunggu satu minggu, diperoleh 40 KK berdasarkan assesment Kelurahan Lere, inilah yang kita tempatkan di Jalan Bupukulu sebagian, karena saat itu huntara kompas belum ada listrik dan airnya,”terang Yaser.
Yasir mengatakan sampai detik ini belum menerima hasil assesment warga Lere yang menempati Huntara Kompas berdasarkan pendataan ulang Yaser, dari data yang masuk, namun Lurah Lere Marsuki mengatakan sudah melakukan hal itu, sehingga para penyintas diminta keluar karena untuk warga yang terdampak air pasang di Kelurahan Lere. ABS