PALU, MERCUSUAR – Sekitar 400 ekor ternak sapi diketahui sudah seminggu terlantar di instalasi karantina hewan Pantoloan, Kelurahan Tawaeli, kecamatan Palu Utara karena tidak dapat dikirim. Hal ini buntut dari dihentikannya pemuatan barang curah di pelabuhan penyebrangan Taipa rute Palu – Balikpapan sejak 30 Juli 2019. Kerugian akibat dihentikan pemuatan barang curah diperkirakan mencapai puluhan juta per harinya.
Pasca bencana tsuami 28 September 2019, pemuatan barang curah jenis sapi di pelabuhan penyebragan Wani tidak dapat digunakan lagi sehingga pemuatan dilakukan di pelabuhan Taipa.
Pemerintah kota Palu melalui Dinas Perhubungan kota Palu pada 20 Juli 2019 telah melakukan rapat pembahasan evaluasi pemuatan barang curah di pelabuhan penyebrangan Taipa rute Palu – Balikpapan, dimana rapat tersebut juga dilakukan guna mencarikan solusi terkait pemuatan barang curah jenis Sapi yang tidak bisa lagi dimuat di Wani.
Rapat tersebut dihadiri beberapa pihak terkait, diantaranya BPTP Wilayah XX Sulteng, GM PT. ASDP Cabang Balik Papan, Dinas Perhubungan Provinsi Sulteng, Pol Air Polda Sulteng, Karantina Pertanian dan beberapa instasi terkait lainnya.
Hasil rapat tersebut disepakati bahwa Dinas perhubungan Provinsi dan kabupaten, serta Instansi terkait lainnya memberikan kesempatan menggunakan ruang di dalam kapal guna menempatkan barang curah yang diletakan pada posisi rapi, baik dan tepat, sehingga tidak menutupi alat pendeteksi kebakaran, jalur evakuasi dan jalur keamanan serta mengutamakan keselamatan berlayar dan penumpang.
Direktur CV. Fajar Samudra, Ilham Ilyas selaku pihak ekspedisi pengiriman mengaku bahwa dirinya hadir dalam rapat yang dilakukan Pemerintah Kota Palu pada 20 Juli 2019 dan setelah rapat tersebut pengiriman barang curah jenis Sapi melalui pelabuhan Taipa berjalan lancar.
Namun saat akan melakukan pengiriman 400 ekor ternak sapi pada 30 Juli 2019, pihak pelabuhan Taipa tidak lagi memberikan izin untuk pemuatan barang curah jenis sapi dengan dalih bahwa larangan tersebut merupakan perintah langsung dari pemerintah pusat.
Ilham yang akrab disapa Om Nyong ini menyayangkan sikap pemerintah yang tidak memberikan penyampaian terlebih dahulu sebelum adanya laranga, padahal sebulan sebelumnya dalam rapat bersama telah diberikan kesempatan untuk pemuatan barang curah melalui pelabuhan Taipa tanpa adanya batas waktu.
Akibat larangan pemuatan barang curah kata dia, ratusan sapi milik peternak di Kota Palu dan beberapa kabupaten di Sulteng terlantar di instalasi karantina hewan Pantoloan. Parahnya lagi, masyarakat mengalami kerugian yang mencapai puluhan juta perharinya.
Om Nyong membeberkan bahwa biaya perawatan hewan selama di kandangkan karantina hewan Pantoloan sebesar Rp 25 ribu per hari untuk satu ekor sapi, sehingga estimasi anggaran yang dikeluarkan untuk 400 ekor sebesar RP 10 juta per hari.
Selanjutnya biaya pakan ternak berupa batang jagung sebesar RP 600 ribu per pick up, dimana untuk 100 ekor sapi membutuhkan lima pick up batang jagung dan estimasi untuk 400 ekor sapi sebesar Rp 12 juta.
Selanjutnya Om Nyong mengungkapkan,setelah tidak ada lagi pemuatan masyarakat sekitar Pantoloan terancam menganggur, karena dari pemuatan barang curah melibatkan beberapa pekerja diantaranya penjaga dan perawat ternak di kandang karantina sebanyak 11 orang, buruh angkut di pelabuhan yang bisa mendapatkan penghasilan dari pengangutan sebesar Rp 15 ribu per ekor. Belum lagi sopir truk pengangkut sapi dari kandang ke pelabuhan yang bisa menghasilkan rupiah sebesar Rp 10 ribu per ekor.
Menurutnya, yang ikut merasakan kerugian adalah peternak sapi yang tidak bisa lagi menjual hasil ternaknya dan akan mempengaruhi perekonomian masyarakat.
Pemuatan barang curah jenis sapi selama ini berjalan lancar, dimana setiap bulannya jasa ekspedisi mampu mengirim sapi milik peternak yang dijual ke Kalimantan Timur sebanyak 1.500 -2.000 ekor per bulan.
Dengan tidak diizinkan lagi pemuatan di Taipa, maka akan mengancam proses pemulihan perekonomian masyarakat pasca bencana, padahal sebelumnya pemerintah menginginkan agar dalam proses pemulihan masyarakat atau pelaku usaha tidak dipersulit.
Om Nyong berharap pemerintah bisa segera mencarikan solusi karena ini menyangkut kepentingan masyarakat banyak yang bergantungkan hidupnya dari proses transaksi jual beli sapi antar provinsi.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Palu, Mohamad Arif membenarkan bahwa sebelumnya telah dilaksanakan rapat evaluasi terkait pemuatan barang curah di pelabuhan Taipa dan untuk sementara bisa dilakukan di pelabuhan tersebut.
Namun dalam perjalanannya pemerintah pusat melarang untuk dilakukan pemuatan barang curah jenis Sapi di pelabuhan Taipa sehingga Pemerintah kota harus melaksanakan perintah tersebut.
Menurutnya, Dinas Perhubungan provinsi Sulteng dan Kota Palu telah menyurat ke kemtrian perhubungan RI terkait kebijakan pemuatan barang curah di pelabuhan penyebrangan Taipa rute Palu – Balikpapan. Sambil menunggu keputusan dan kebijakan dari kemetrian perhubungan RI, maka pemerintah kota Palu akan menyurat ke kemetrian perhubungan untuk penambahan jalur atau rute pengoperasian kapal tol laut di kota Palu dan dalam jumlah yang banyak.
“Untuk solusi lain atau alternatif lain saat ini saya belum bisa bicara. Tapi saat ini masih menunggu kebijakan dan dispensasi dari kementerian perhubungan RI,” kata Arif kepada Mercusuar, Minggu (4/8/2019).TIN