PALU, MERCUSUAR-Federasi Kehutanan, Industri Umum, Perkayuan Pertanian dan Perkebunan (Hukatan) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar diskusi atau Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pada Minggu (6/10/2019).
Kegiatan yang digelar di sebuah resto di Kota Palu itu, menghadirkan narasumber dari serikat pekerja, Karlan Ladandu, Koordinator Wilayah (Korwil) Federasi Hukatan Sulteng. Kemudian, unsur pemerintah dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Sulteng, Indah Kurniawati dan Andawiah, SH, serta Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulteng Arthur Pangemanan, dengan pengarah diskusi Temu Sutrisno, SH., MH.
Diskusi mengangkat tema “Manfaat Revisi Undang-undang Nomor. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”.
Karlan Ladandu, dalam pembahasannya mengangkat empat isu terkini, yakni soal upah, pesangon, hubungan tenaga kerja, dan hadirnya tenaga kerja asing. “Saya mengangkat empat isu ini untuk mengukur apakah Undang-undang Ketenagakerjaan yang merupakan produk pemerintahan reformasi ini masih relevan dengan kebutuhan saat ini,“ tutur Karlan.
Sedangkan, Arthur Pangemanan dari Apindo, menguak kembali kronologis pembuatan Undang-undang Ketenagakerjaan itu, dimana dirinya terlibat aktif dalam penggodokannya bersama DPR RI saat itu, sejak mulai diwacanakan untuk memperbaiki kembali Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Undang-undang Pokok Tenaga Kerja yang merupakan produk rezim orde baru.
“Menyusun undang-undang Ketenagakerjaan diliputi semangat pembaharuan, di era Reformasi yang baru bergulir. Kalau dulu azas idiil di Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969, berdasar pada filosofisnya bahwa upah yang diberi itu demi kebutuhan hidup minimum. Sedangkan semangat yang dibangun pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 menggunakan filosofis kebutuhan hidup yang layak,“ papar Arthur.
Menurut Arthur, pembuatan undang-undang ini diharapkan munculnya daya saing di bisnis industri dan investasi, beserta para pekerjanya dengan kemampuan perekonomian Indonesia di tingkatan forum global.
“Demikian pula di revisi Undang-undang Ketenagakerjaan ini, diharapkan muncul daya saing. Di tingkat global Indonesia kini berada di peringkat 15 dunia (masuk dalam tataran negara G-20). Insya Allah target Indonesia di usiannya yang ke-100 tahun, pada tahun 2045 nanti berada di posisi ke-5 daya saing dunia,“ urainya.
Sedangkan, pihak Dinas Nakertrans Sulteng, dalam diskusi itu berkelit, bahwa pihaknya masih kekurangan tenaga Pengawas. “Tenaga Pengawas kami sangat minim, dalam menjalankan tugasnya,“ ungkap Indah.
Namun demikian, diakhir diskusi diterima informasi bila draft yang kini viral di berbagai media sosial (medsos) ditengarai hoaks, apalagi Menteri Tenaga Kerja Indonesia, Hanif Dhakiri, sudah mengklarifikasi, belum pernah menyusun draft Revisi Undang-undang Ketenagakerjaan.
Pengarah diskusi Temu Sutrisno diakhir pembahasan, menekankan perlu dibentuk tim kecil untuk mengkaji seluruh norma yang ada dalam UU Ketenagakerjaan.
“Perlu dikaji UU ini kesesuaiannya dengan kondisi saat ini hingga 20 sampai 30 tahun kedepan. Hampir semua yang disampaikan tadi lebih pada penerapan atau keberlakuan hukum yang tidak efektif. Bisa saja substansi hukum yang tidak sesuai kondisi kekinian, bisa juga karena penegakannya oleh aparat tidak berjalan. Olehnya perlu dikaji serius dimana titik masalahnya,” katanya.
Menurut Temu, revisi perlu dilakukan, karena ada beberapa norma yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi, soal pengupahan dan pesangon yang belum sepenuhnya mempertimbangkan asas keadilan, hubungan industrial yang mampu menjawab perkembangan jaman, khususnya era industri 4.0 menuju era kecerdasan buatan yang akan berimplikasi pada dunia kerja.
“Prinsipnya revisi harus lebih mengarah pada smart partnership antara pengusaha dan pekerja, dengan mengedepankan asas kemanusiaan, keadilan, dan kesejahteraan,” tegasnya. TMU/*