PALU, MERCUSUAR – Hadirnya revisi Undang-undang Penyiaran, adalah keniscayaan yang mengikuti perkembangan zaman, dari analog menuju digital.
Demikian diungkapkan oleh Ketua KPID Sulteng, Indra A Yosvidar, Sabtu (25/5/2024) di hadapan beberapa wartawan, saat menjadi narasumber di kegiatan Uji Kompetensi Wartawan.
“Zaman sudah berubah, dari kondisi yang analog atau manual, kemudian menuju era digital, tentunya aturan pun juga harus berubah, termasuk soalan penyiaran,”urai Indra.
Dulu, tambah Indra, saat dia masih menjadi wartawan media cetak, era manual begitu mendominasi, tidak ada yang menyangka, jika kemudian semuanya harus memaklumi hadirnya sistim digital di semua lini termasuk dunia jurnalistik dan penyiaran.
Sehingga, diperlukan aturan baru, untuk menjadi regulasi para pegiat penyiaran, yang kemudian bergeser menjadi konten kreator, kata Indra, sehingga tidak terjadi yang namanya kebablasan, namun di lain pihak, tidak mengurung kebebasan.
Soal lain dari hadirnya revisi Undang-undang Penyiaran, adalah kewenangan dari KPI yang lebih dipertajam dan memiliki kewenangan yang diperluas, sehingga memposisikan KPI bukan seperti macan ompong, yang terlihat sangar, tapi tidak bisa menggigit.
“Saya juga menegaskan, bahwa hadirnya revisi UU Penyiaran ini, bukan mengatur soal kerja-kerja jurnalistik, tetapi ini adalah soal mekanisme dan regulasi penyiaran,” tukas Indra.
Ketika ditanya adanya aksi protes penolakan revisi UU penyiaran, menurut mantan jurnalis senior itu, hal tersebut adalah wajar, sebab bukan hanya revisi UU Penyiaran saja, beberapa momentum lainnya, saat adanya revisi undang-undang, juga menimbulkan aksi protes dari publik. MBH