Riswanto: Perlu Refleksi Penegakan Hukum

Riswanto Lasdin 3

PALU, MERCUSUAR – Perayaan HUT Kemerdekaan RI ke- 74 bukan saja sekadar merayakan, tapi perlu perenungan mendalam dari semua elemen bangsa terkait penegakan hukum yang selama ini banyak menuai sorotan.

Demikian dikatakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kongres Advokat Indonesia (KAI) Sulteng, Riswanto Lasdin, S.H.,M.H., CLA, Jumat, (16/8/2019).

Menurutnya, memperingati HUT RI pada 17 Agustus 2019 merupakan perayaan  yang perlu mendapat perenungan mendalam semua elemen Bangsa, pascanegara ini baru selesai menggelar pesta demokrasi, yakni pemilu.

Selama ini, kata dia, tanpa kita sadari peringatan hari kemerdekaan Indonesia hanya menunjukkan fenomena romantisme sejarah. Sebab memang cerita kemerdekaan Indonesia telah meninggalkan berbagai cerita heroik dalam literatur perjuangan bangsa.

Namun lebih dari itu, perlu dilakukan renungan lebih jauh, yakni hendak kemana pembangunan bangsa diarahkan, hendak diisi dengan perjuangan yang bagaimana kemerdekaan ini, serta hendak dimulai dari mana?

Pertanyaan-pertanyan inilah, lanjutnya, yang perlu direnungkan setiap kali memperingati hari kemerdekaan RI. Apalagi persoalan bangsa Indonesia yang menuai banyak sorotan adalah penegakan hukum.

“Permasalahan hukum di Indonesia berdasarkan pertanyaan-pertanyaan diatas mungkin kita akan awali dengan kilas balik cita-cita negara hukum yang dicanangkan oleh para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan akan dilanjutkan dengan beberapa permasalahan dan perkembangan reformasi hukum Indonesia ke depan, ” ujar pria Kelahiran 17 Agustus itu.

Dikatakannya, hukum tidak dapat dilepaskan dari perikatannya dengan penguasa. Hal itu sejalan dengan konsep positivisme hukum yang memandang bahwa hukum tidak dapat berdiri tanpa didukung oleh kekuatan yang dipatuhi (binding force) dan diancam dengan hukum yang pasti (punishment). Olehnya itu, hukum akan selalu terikat dengan penguasa, tapi bukan untuk didikte dan direkayasa, namun untuk difasilitasi pelaksanaannya.

Melihat potret aktual penegakan hukum saat ini, lanjutnya, Indonesia terus menerus melakukan reformasi dan pembangunan hukum. Hanya saja dilain sisi tingkat kepercayaan masyarakat akan keadilan hukum makin menurun.

Bahkan, kata dia, slogan dan riak-riak dari berbagai kalangan akan penegakan hukum selalu diarahkan bahwa hukum selalu dijadikan alat untuk menyerang dan membinasakan. Hal itu sesuai dengan idiom yang pernah dilontarkan Liebknecht yang digaungkan oleh Presiden Indonesia pertama Soekarno,  ‘You cannot make a revolution with lawyers‘.  “Intinya, revolusi tidak memberikan tempat untuk hukum dan para aktivisnya,” kata praktisi hukum itu.

Akhir-akhir ini, negara terkonsentrasi perhatiannya dalam berbagai peristiwa, yakni menjamurnya pejabat negara terlibat korupsi; oknum hakim, jaksa dan pengacara ditangkap karna kasus suap; hakim dipukul pengacara; oknum polisi terlibat dalam jaringan narkoba, serta yang lebih memprihatinkan masyarakat kecil yang tertindas tanpa ada solusi yang diberikan dan dimudahkan. “Bahkan menunggu adanya kepastian hukum dalam berperkara, masyarakat harus menunggu bertahun-tahun,” ujarnya.

Menurutnya, Indonesia telah cukup lama merdeka, namun hukum pidana dan perdata masih banyak menggunakan hukum bekas negara penjajah, arti negara belum mampu melahirkan KHUPidana dan KUHPerdata yang baru. Sementara produk hukum lainnya atau undang-undang lainnya telah beberapakali mengalami perubahan.

Olehnya, momen HUT RI Ke 74 dapat dijadikan perenungan bersama, serta mendorong penguasa negara dalam penegakan hukum berkeadilan tanpa adanya motivasi dari golongan tertentu untuk mencapai tujuan, moralitas dan profesional para penegak hukum, seperti hakim, jaksa, pengacara dan kepolisian. “Kesadaran masyarakat akan kepatuhan penegakan hukum dapat terlaksana jika hal ini dapat dijalankan. Insya Allah negara kita paling tidak mendekati pada cita-cita negara hukum dan cita-cita para pendiri bangsa, ” tutupnya. AGK

Pos terkait