PALU, MERCUSUAR – Rotasi jabatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Morowali Utara (Morut), dinilai merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang (UU) Nomor 10 tahun 2016 tentang UU Pilkada. Hal itu dinyatakan oleh akademisi sekaligus pengamat kebijakan publik Universitas Tadulako (Untad) Palu, Dr. Slamet Riadi Cante, M,Si, menanggapi kabar rotasi jabatan di lingkup Pemkab Morut.
Slamet sapaan akrabnya menjelaskan, Pemkab Morowali Utara telah melakukan rotasi jabatan terhadap ASN, sebagaimana dilansir di media massa. Keputusan Pemkab atau Bupati Morut untuk melakukan rotasi, dinilai bertentangan dengan aturan yang ada.
“Pasal 71 UU Nomor tahun 10 2016 menjelaskan kepala daerah tidak diperkenankan untuk melakukan mutasi jabatan, 6 bulan sebelum dan sesudah penetapan kepala daerah terpilih, kecuali mendapatkan persetujuan oleh KASN dan Mendagri. Regulasi ini dinilai cukup baik dalam kerangka menjaga keseimbangan kepentingan politik dalam pilkada,” jelasnya.
Menurutnya, realitas ini sebenarnya juga terjadi di beberapa daerah di wilayah Sulteng, saat menjelang pilkada, seperti merotasi camat yang dinilai tidak sejalan dengan keinginan politik kepala daerah/ petahana, beberapa ASN melakukan foto bareng dan mengangkat jari, sesuai dengan nomor urut kandidat.
“Hanya saja kasus ini tidak terpublikasi di media dan pihak Bawaslu, cenderung kurang mencermati dan memberi perhatian yang serius. Kasus ini baru terungkap ketika pasangan calon melakukan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK),” jelasnya lagi.
Kondisi seperti ini kata dia, menunjukkan lemahnya peran lembaga pengawasan dalam pilkada. Dengan demikian, realitas tersebut tentunya harus menjadi catatan evaluasi bagi semua pihak, agar senantiasa menjaga integritas dan komitmen dalam meningkatkan kualitas berdemokrasi. RES