PALU, MERCUSUAR – Sebanyak Rp58,2 miliar lebih anggaran pemerintah daerah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sulteng pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2017. Dari jumlah tersebut, baru Rp12,6 miliar yang dikembalikan. Sisanya, Rp45,5 miliar temuan yang belum dikembalikan.
Anggaran temuan BPK tersebut antara lain berupa kelebihan pembayaran, kekurangan penerimaan dan lain-lain yang berakibat pada penyetoran ke kas daerah.
Demikian disampaikan Kepala Perwakilan BPK Sulteng, Khabib Zainuri saat bertemu para pimpinan redaksi dan wartawan media cetak dan elektronik di Palu di kantor BPK Sulteng, Senin (4/6/2018).
Berdasarkan pasal 20 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi laporan hasil pemeriksaan selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.
Hasil pemeriksaan BPK tersebut hanya untuk menemukan adanya kerugian negara atau daerah. Sementara itu, untuk mengetahui adanya tindak pidana perlu dilakukan investigasi khusus, yang dilakukan oleh BPK pusat.
BPK menyatakan secara umum pemasalahan yang berulang pada Pemda antara lain saat mengelola belanja modal pada proyek-proyek fisik. Misalnya kekurangan volume dari nilai kontrak, sementara terjadi kelebihan pembayaran. Contoh lain adalah SPJ perjalanan dinas dan tempat menginap yang dimanipulasi. Masalah klasik lain adanya kelebihan pembayaran pegawai lantaran pensiun masih dianggap pegawai.
DONGGALA
Sementara itu, terdapat tiga kabupaten yang mendapat sorotan BPK, yakni Pemkab Donggala, Morowali dan Morowali Utara. Di Donggala, total nilai temuan sebesar Rp5,24 miliar. Dari jumlah itu, yang telah dikembalikan baru sebesar Rp325,30 juta.
“Sisa temuan yang belum dikembalikan sebesar Rp4,92 miliar,” kata Khabib Zainuri saat menyerahkan LHP kepada Penjabat Bupati Donggala Muhlis didampingi wakil Ketua DPRD Donggala, di kantor BPK Sulteng di kota Palu, Senin (4/6/2018).
“Untuk Kabupaten Donggala, opini BPK tahun 2017, sama seperti tahun 2016 lalu, yakni Wajar Dengan Pengecualian (WDP),” ujar Khabib.
BPK menemukan sejumlah kelemahan dalam sistem pengendalian internal di antaranya kelemahan pengendalian pemungutan pajak daerah, kelemahan pengendalian pengelolaan belanja pegawai, kelemahan pengendalian atas belanja modal pada Dinas PUPR dan Dinas Pariwisata serta kelemahan pengelolaan Kas.
Kemudian kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, di antaranya kemahalan harga pembelian barang yang diserahkan ke masyarakat sebesar Rp325,95 juta, kelebihan pembayaran atas realisasi belanja modal untuk pembangunan jalan sebesar Rp1,16 miliar.
Ketidaksesuaian pelaksanaan dua pekerjaan pada dinas Pariwisata sebesar Rp2,2 miliar, kekurangan volume pekerjaan pembangunan “carport” gedung DPRD dan pembangunan pagar keliling kantor bupati pada sekretariat DPRD dan Dinas PUPR sebesar Rp243,42 juta.
Khabib menjelaskan hal yang menjadikan pengecualian terkait opini WDP untuk Pemkab Donggala, antara lain adanya ditemukan ketidaksesuaian metode pelaksanaan pekerjaan pada lima paket pekerjaan jalan dan dua paket pekerjaan pembangunan pengembangan kawasan pariwisata dan rumah adat di kawasan Gonengganti. Serta kekurangan volume pekerjaan pembangunan “carport” dan pagar keliling kantor, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp3,79 miliar.
MOROWALI DAN MORUT
BPK juga menemukan Rp10,8 miliar pada LKPD Pemkab Morowali tahun 2017, di mana dari jumlah itu, pengembalian temuan masih minim atau baru mencapai Rp243,2 juta. Demikian halnya LKPD Morut tahun 2017 dengan temuan sebesar Rp11,8 miliar. Dari jumlah tersebut, baru sebanyak Rp257 juta yang dikembalikan ke kas daerah.
Sevara umum, pada LKPD Morowali tahun 2017, BPK menyematkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), turun dari predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih tahun sebelumnya. Dasarnya antara lain, adanya belanja modal untuk pengadaan tanah yang tidak dapat diyakini kewajarannya sebesar Rp1,3 miliar dan dibayarkan kepada yang tidak berhak sebesar Rp4,7 miliar. BPK menyimpulkan proses penyusunan dan penetapan APBD Morowali tahun 2017 dan Perubahannya tidak berdarkan kemampuan potensial keuangan daerah.
Penurunan capaian juga dialami Morut. BPK menyatakan Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) pada LKPD tahun 2017, turun dari capaian WDP tahun 2016. Catatan BPK paling banyak untuk Morut, antara lain aset tetap pada 57 bidang tanah senilai Rp15,52 miliar yang tidak memiliki sertifikat, penghitungan harga satuan pekerjaan yang tidak wajar senilai Rp6,31 miliar. Juga terdapat realisasi belanja modal untuk pengadaan tanah area perkantoran pemda sebesar Rp4,64 miliar tidak memiliki dokumentasi penganggaran memadai, tidak tercantum dalam RTRW dan belum dilakukan pelepasan hak. DAR/ANT