PALU, MERCUSUAR – Memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia yang diperingati setiap 10 Oktober, rumahberbagi.id bersama sejenakhening.com menggelar Kelas Bersama Jurnalis, yang diikuti oleh sejumlah jurnalis surat kabar dan siber di Kota Palu, Sabtu (9/10/2021), bertempat di Rumah Peduli SKP-HAM Sulteng. Kelas ini mengambil tema Kesehatan Mental di Dunia yang Tidak Setara.
Direktur sejekhening.com, Yosua Aditya Dwi Ariefka Putra, dalam sambutannya mengatakan, tema yang dipilih pada tahun ini, akan menyoroti akses ke layanan kesehatan mental yang tetap tidak merata. Kata dia, banyak orang dengan gangguan jiwa tidak mendapatkan perawatan yang berhak dan layak mereka dapatkan. Bersamaan dengan keluarga dan wali, mereka juga turut mengalami stigma dan diskriminasi.
Stigma dan diskriminasi yang dialami oleh orang yang mengalami gangguan jiwa kata dia, tidak hanya
mempengaruhi kesehatan fisik dan mental orang tersebut. Menurutmya, stigma juga mempengaruhi kesempatan pendidikan, pendapatan saat ini dan masa depan, prospek pekerjaan, serta mempengaruhi keluarga dan orang yang mereka cintai.
Ketimpangan ini menurutnya perlu disikapi, karena tidak boleh dibiarkan terus berlanjut. Kita semua kata dia, memiliki peran untuk mengatasi perbedaan ini dan memastikan, orang-orang dengan pengalaman hidup kesehatan mental terintegrasi sepenuhnya dalam semua aspek kehidupan.
“Oleh sebab itu, rumahberbagi.id ingin mengajak kawan-kawan jurnalis, untuk turut menyuarakan kesehatan mental yang setara, melalui kelas bersama jurnalis,” ujarnya.
Lanjut Yosua, mengutip Profesor Gabriel Ivbijaro, Sekjen WFMH (World Federation for Mental Health), yang melakukan penelitian tentang akses layanan kesehatan jiwa di berbagai negara menemukan, antara 75 persen hingga 90 persen orang dengan gangguan jiwa (ODGj) di negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah, tidak mendapat akses layanan sama sekali, namun di negara yang penghasilannya lebih tinggi, keadaan juga tidak jauh lebih baik.
“Kenyataan dalam riset dan penelitian ini memperlihatkan dengan begitu gambling, bagaimana pengabaian kesehatan jiwa masih terus ada dan terpatri dalam benak kita,” ujarnya.
Founder sejenakhening.com yang juga psikolog klinis, Putu Ardika Yana mengatakan, sejenakhening.com dan rumahberbagi.id, menyadari berbagai masalah yang kompleks ini. Pihaknya merasa, kesehatan jiwa di dunia yang tidak setara ini, perlu banyak dibicarakan oleh semua kalangan, agar kesadaran dan pemahaman kita semua bertumbuh dengan keresahan yang sama.
“Dimulai dari titik inilah, kami turut mengampanye hari kesehatan mental sedunia, dengan membahasnya dengan berbagai sudut pandang. sejenakhening dan rumahberbagi hadir untuk memberikan layanan kesehatan mental, juga telah mengadvokasi pemerintah untuk menyediakan layanan kesehatan jiwa di puskesmas. Hasilnya, sejak 2020, psikolog klinis telah hadir di Kabupaten Sigi dan sejak 2021, telah hadir di Kota Palu.
rumahberbagi.id kata dia, juga konsisten menyelenggarakan edukasi tentang kesehatan mental, baik serial di media sosial, maupun seminar yang dilaksanakan secara daring dan luring. rumahberbagi bahkan menjadi partner dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulteng dalam memberikan layanan kesehatan jiwa, juga menjadi partner dari DP3A Kabupaten Sigi, Kota Palu, dan Kabupaten Poso, serta Provinsi Sulteng.
“Langkah ini adalah langkah awal. Harapannya, pemerintah dapat secara mandiri memenuhi kebutuhan layanan kesehatan mental bagi masyarakat,” ujarnya.
Pentingnya Perspektif Media Dalam Isu Kesehatan Mental
Pada kelas ini, Putu juga menyoal perspektif dalam pemberitaan yang terkait dengan ODGJ, yang menurutnya masih menghadirkan stigma terhadap kelompok ini. Kata dia, dalam sejumlah pemberitaan oleh media, baik nasional maupun lokal, ODGJ kerap masih menerima stigma, tanpa penjelasan lebih lanjut mengenai kondidi mereka.
“Misalnya, pemberitaan tentang ODGJ yang mengamuk kemudian membakar rumah atau melukai orang lain, tidak pernah melihat bahwa apa yang dilakukan oleh ODGJ ini, akibat dari tidak adanya perawatan dan perhatian intensif dari pemerintah, misalnya mereka yang mengamuk ini, ternyata setelah dicek, tidak pernah lagi mengkonsumsi obatnya,” ujarnya.
Jurnalis Harian Mercusuar, Jefrianto yang hadir sebagai peserta kelas itu mengatakan, penting bagi jurnalis untuk memiliki perspektif atau minimal memahami tentang isu kesehatan mental ini, agar mampu menghadirkan pemberitaan yang menghadirkan perspektif yang menyeluruh tentang mereka, sehingga stigma negatif tentang ODGJ misalnya, bisa terus ditekan dan diubah.
Selain memahami dan memiliki perspektif tentang isu kesehatan mental, kebijakan redaksi juga memiliki pengaruh yang besar dalam upaya menekan stigma negatif terhadap ODGJ dan kasus kesehatan mental lainnya. Rahmat Dhani, jurnalis inipalu.com mengatakan, selain jurnalis yang bertugas di lapangan, redaksi juga harus memiliki perspektif serupa, karena walaupun jurnalis di lapangan menulis berita dengan perspektif yang baik, namun jika tidak diimbangi dengan kebijakan redaksi yang ramah terhadap isu kesehatan mental, maka berita yang muncul ke publik akan tetap menghadirkan stigma. JEF