PALU, MERCUSUAR – Yayasan Sikola Mombine bersama Pasigala Center dan sejumlah organisasi lainnya, merumuskan 10 butir rekomendasi kebijakan menuju pemulihan pascabencana berbasis gender. 10 butir rekomendasi ini dirumuskan dalam sebuah kertas kebijakan yang disusun oleh tim, yang beranggotakan sejumlah akademisi, aktivis dan penggerak HAM, serta penyintas bencana 28 September 2018.
10 butir rekomendasi tersebut, diantaranya meminta komitmen pemerintah terkait pemenuhan hak korban bencana, pelibatan masyarakat dalam proses pemulihan, mendorong kebijakan anggaran yang berperspektif kebencanaan, pengarusutamaan gender, memasukkan kearifan lokal sebagai unsur pengurangan resiko bencana, pemulihan ekonomi penyintas pascabencana, perbaikan kualitas hidup, hingga intervensi terhadap kebutuhan kelompok rentan pascabencana. Rekomendasi tersebut disampaikan dan dibahas dalam Dialog Kebijakan Menuju Pemulihan Berbasis Gender, yang dilaksanakan Yayasan Sikola Mombine, di salah satu hotel di Kota Palu, Selasa (25/2/2020). Dialog tersebut menghadirkan berbagai unsure terkait seperti pemerintah, organisasi masyarakat, komunitas, jurnalis, serta para penyintas bencana.
Direktur Yayasan Sikola Mombine, Risnawati, dalam konferensi pers usai dialog mengatakan, pihaknya akan mengawal 10 butir rekomendasi ini, terutama dalam aspek penganggaran untuk pemulihan pascabencana, terutama untuk kelompok rentan, seperti perempuan, anak, lansia, difabel, serta kelompok rentan lainnya. Hal mendasar yang juga menjadi perhatian pihaknya, yakni mengubah mindset pemulihan pascabencana yang dinilai belum berperspektif gender.
“Kami juga akan mendorong fungsi legislasi di DPRD, misalnya di DPRD Kota Palu, lewat Pansus Rehab Rekon, untuk mendorong agar butir rekomendasi ini menjadi bahan pertimbangan kebijakan mereka, terkait penyintas,” ujarnya.
Sementara itu, Deputi Direktur Yayasan Sikola Mombine, Nur Safitri Lasibani mengatakan, untuk mendorong agar 10 butir rekomendasi tersebut dapat menjadi kebijakan pemerintah terkait pemulihan pascabencana berperspektif gender, dirinya meminta pihak media agar membantu mendorong isu tersebut, sebagai upaya intervensi kebijakan pemerintah pada momen pascabencana agar berpespektif gender.
Kedepan kata Nur, pihaknya juga akan mengagendakan dengar pendapat dengan pihak legislatif dan pemerintah, terkait kebutuhan kelompok rentan pascabencana, serta sinergi kemitraan organisasi masyarakat, untuk mengawal hal tersebut.
Selanjutnya, akademisi Arianto Sangadji, dalam konferensi pers tersebut mengatakan, sejauh ini dalam progress pemulihan pascabencana, pemerintah masih belum berperspektif gender dalam pelaksanaannya. Dirinya juga meminta isu gender tidak direduksi, namun harus diperluas dengan menyertakan kelompok rentan lainnya yang kurang mendapat perhatian.
“Pemulihan bencana kedepan, harus lebih bersifat inklusi, dalam artian menggunakan pendekatan afirmatif terhadap kelompok rentan. Untuk hal ini, butuh diskusi serius,” ujarnya. JEF