TONDO, MERCUSUAR – Pengamat kebencanaan Sulteng yang juga akademisi FMIPA Untad, Drs. Abdullah, MT mengatakan, semua orang harus mempelajari masalah gempa bumi, karena penting untuk keselamatan masing-masing.
“Masalah gempa, semua orang harusnya mempelajari, karena semuanya akan ikut terancam dan semua orang mau selamat, Jangan bilang saya kan bukan geolog, banyak orang berfikir seperti itu. Jadi paling tidak sumber-sumber gempa itu, kalian harus tau apa saja di daerahmu,” pesannya, Senin (11/9/2023).
Pada kesempatan tersebut, Abdullah juga berbicara mengenai gempa bumi yang terjadi pada Sabtu (9/9/2023), berkekuatan M6,1 SR, pada pukul 21.43 WIB atau 22.43 WITA. Gempa ini memiliki titik episenter pada koordinat 0,02° LU ; 119,77° BT, atau berlokasi di laut, pada jarak 49 km barat laut Donggala, pada kedalaman 20 km. Titik gempa berada di wilayah Teluk Tambu, berdekatan dengan titik gempa bumi yang memicu tsunami pada 15 Agustus 1968.
Gempa bumi dan tsunami 15 Agustus 1968 terjadi pada pukul 06.14 WITA. Gempa berkekuatan M7.2 ini memiliki titik episenter 0,157° LU ; 119,802 BT atau 118 km arah utara Palu, dengan kedalaman 20 km. Titik pusat gempa juga berada di kawasan Teluk Tambu.
Gempa itu memicu gelombang tsunami dengan tinggi mencapai 10 meter. Selain Mapaga di Desa Labean, wilayah lain yang terdampak bencana kala itu yakni Kecamatan Dampelas dan Sojol, Pantai Barat Donggala. 160 orang meninggal dunia, 40 hilang, dan sebanyak 790 rumah penduduk tersapu tsunami.
Kemudian 50 tahun kemudian, terjadi gempa bumi yang disertai tsunami dan likuefaksi pada 28 September 2018. Sumber gempanya masih di lokasi titik koordinat yang sebelumnya, yaitu Sesar Palu Koro. */JEF