Sengketa SHM Mantan Kapolda Sulteng, Warga Poboya Mengadu ke Komnas HAM Sulteng

BESUSU TENGAH, MERCUSUAR – Warga Kelurahan Poboya kembali menempuh langkah dengan mengadu ke Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Perwakilan Sulawesi Tengah, terkait permasalahan lahan yang dikuasai mantan Kapolda Sulteng, I Made Dewa Parsana dan rekannya, dengan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas lahan yang diklaim warga Poboya adalah lahan milik mereka, Senin (20/3/2023).

Belasan warga Poboya itu diterima Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulteng, Dedi Askary didampingi Kasubbag Pelayanan Pengaduan Komnas HAM Sulteng, Hidar.

Perwakilan warga, Isran mengatakan, tujuan kedatangan tersebut adalah ingin meminta dukungan dan bantuan dari Komnas HAM Sulteng dalam memperjuangkan hak-hak warga atas lahan yang dikuasai Dewa Parsana.

Isran melanjutkan, dari data-data yang diperoleh, warga menduga adanya persekongkolan pemerintah kelurahan pada saat itu dengan para pemilik lahan yang ada di Poboya, sementara lahan tersebut diketahui masih dalam pengelolaan warga, dalam hal ini berkebun tanamam jarak.

“Informasi yang kami dapatkan, lahan yang dikuasai seluas 15 hektare dan seluas 8 hektare sudah diterbitkan SHM. Kita dapatkan info juga bahwa lahan tersebut dikuasai 12 orang yang diduga adalah pejabat,” jelasnya.

Warga lainnya, Herman berharap, ada tindalanjut dari pihak Komnas Sulteng, atas permasalahan yang dialami warga Poboya. Dia melanjutkan, dari pertemuan itu akan ada solusi yang didapatkan, tentunya untuk kebaikan bersama.

“Jangan para pejabat seenaknya merampas lahan yang menjadi hak-hak warga. Olehnya kita minta dukungan dari pihak Komnas HAM agar ada jalan keluar terbaik dari permasalahan ini,” jelasnya.

Sementara, Ketua Komnas HAM Sulteng, Dedi Askary menjelaskan, terkait upaya penyelesaian sengketa tersebut, ada dua langkah yang bisa ditempuh yakni melalui peradilan PTUN dan koordinasi melalui surat resmi pihak ATR/BPN Kota Palu, olehnya Dedi menyarankan kepada warga, untuk upaya awal menempuh langkah dengan bersurat ke pihak BPN,tentunya mencantumkan asal usul atau alas hak lahan kepemilikan, sehingga dikeluarkan SHM pada saat itu.

Dia menegaskan, atas aduan yang disampaikan warga Poboya itu, Komnas HAM Sulteng akan menempuh cara-cara legal, diantaranya akan meminta klarifikasi dari pihak-pihak pemilik lahan, pihak BPN, serta akan meminta keterangan dari level atas hingga ke tingkat RT terkait dikeluarkannya SHM atas nama Dewa Parsana dan beberapa pemilik lainnya.

“Kami juga meminta peran warga Poboya, dalam waktu sepekan sejak pertemuan ini, untuk memenuhi data-data dan dokumen pendukung terkait permasalahan sengketa lahan tersebut,” jelas Deddy.

Sebelumnya, sejumlah warga Kelurahan Poboya menegaskan, mereka tidak pernah menjual lahan kepada siapapun termasuk kepada mantan Kapolda Sulteng I Made Dewa Parsana dan rekannya Moh.Rusman yang mengklaim telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas sejumlah lahan di Poboya. 

Perwakilan warga, Irsan mengungkapkan, saat itu tahun 2000 telah dibentuk dua kelompok tani bernama JARAK, masing-masing kelompok beranggotakann 50an orang, dimana kelompok pertama diketuai Ketua Adat Poboya pada saat itu yakni Alm.Ali Djaluddin,sementara kelompok dua diketuai oleh Irsan sendiri. Untuk pembagiannya, kelompok pertama menguasai lahan bagian bawah, sementara kelompok dua menguasai lahan dibagian atas, dan luas lahan yang dibagikan kepada warga itu bervariasi, ada yang luasnya 20×40 meter per segi dan 50×50 meter per segi. 

“Soal pembagian lahan di wilayah atas itu, saya tahu persis, tapi dibagian bawah saya juga tahu siapa-siapa kepemilikannya dan itu keluarga semua,”jelasnya, saat konferensi pers di salah satu kafe di Kelurahan Tondo, Kamis (23/2/2023).

Dia melanjutkan, lahan yang telah dibagikan kepada masyarakat adat Poboya itu tertuang dalam surat K.A.R (peta pembagian wilayah leluhur), sehingga atas dasar itulah warga mulai mengelola tanah yang dibagikan itu dengan berkebun dan menanam pohon produksi. AMR

Pos terkait