SS Santavuni SMPN 16 Palu Rawat Budaya Tawaeli

PALU, MERCUSUAR — Sanggar Seni (SS) Santavuni SMP Negeri 16 Palu menggelar kegiatan Pendidikan Dasar bertema “Memaksimalkan Warisan Budaya dengan Kreativitas Siswa”, yang berlangsung sejak Kamis hingga Minggu, 2–5 Oktober 2025. Kegiatan ini menjadi ajang pembinaan, pelatihan, sekaligus perayaan kreativitas para siswa dalam mengekspresikan nilai-nilai budaya lokal Tawaeli melalui seni.

Puncak kegiatan berlangsung pada Sabtu (4/10/2025) malam di halaman SMPN 16 Palu, ditandai dengan penampilan seni dari para anggota sanggar. Tarian, musik tradisional, hingga tembang lokal dibawakan dengan penuh semangat oleh siswa-siswi yang tergabung dalam SS Santavuni.

Pelatih sanggar, Farid mengatakan, sebagian pertunjukan yang ditampilkan merupakan hasil latihan singkat dalam beberapa hari, sementara lainnya telah dikonsep dan dikembangkan melalui workshop selama beberapa bulan.

“SS Santavuni hadir untuk merepresentasikan dan merawat khazanah budaya Tawaeli lewat pertunjukan seni. Nama Santavuni sendiri bermakna satu ikatan, yang melambangkan kebersamaan dan kesatuan,” ujarnya.

Sementara itu, Pembina Sanggar Seni Santavuni, Citra Dewi menjelaskan, sejak berdiri, sanggar ini telah aktif mengikuti berbagai ajang seni tingkat kota maupun provinsi.

“Penampilan pertama kami adalah Tari Topompae, yang malam ini juga ditampilkan kembali. Waktu itu kami mengikuti Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) dan berhasil meraih juara tiga tingkat Kota Palu. Itu menjadi prestasi pertama kami sekaligus langkah awal perjalanan sanggar ini,” ungkapnya.

Konsistensi berlatih membawa hasil gemilang. Tahun berikutnya, SS Santavuni kembali mengikuti FLS2N yang berubah menjadi FLS3N, dengan menampilkan karya tari baru berjudul Noasu dan berhasil meraih Juara 1 tingkat Kota Palu serta lolos ke tingkat provinsi. Tidak hanya di FLS3N, anak-anak sanggar juga berprestasi dalam Festival Tunas Bahasa Ibu yang baru digelar bulan lalu. Dari enam cabang lomba yang diikuti, antara lain mendongeng, pidato, cerpen, stand up comedy, tembang tradisi, dan puisi, lima cabang berhasil meraih juarai.

“Alhamdulillah, anak-anak berhasil membawa pulang Juara 1 Tembang Tradisi, Juara 1 Mendongeng, Juara 2 Cerpen berbahasa Kaili, Juara 2 Puisi, dan Juara 3 Pidato. Hanya stand up comedy yang belum meraih juara karena waktu latihan yang sangat singkat. Tapi kami tetap bangga karena semangat dan kreativitas anak-anak terus tumbuh,” ujar Citra.

Farid menambahkan, filosofi di balik nama Santavuni menjadi semangat utama dalam setiap karya yang diciptakan.

“Dalam bahasa Kaili, Santavuni berarti serumpun atau satu tali pusat. Artinya, kita semua berasal dari satu rumpun yang sama. Melalui sanggar ini, kami ingin mengikat kembali tali kebersamaan itu, baik dari sisi sejarah maupun budaya,” jelasnya.

Menurut Farid, karya Tari Noasu menjadi contoh bagaimana seni dapat berperan dalam pelestarian pengetahuan lokal.

“Tarian ini terinspirasi dari tradisi lama masyarakat Kaili yang berburu ke gunung. Sebelum berburu, mereka melakukan ritual kecil untuk memohon perlindungan. Dari situ kami kembangkan menjadi karya tari yang menggambarkan pengetahuan tradisional masyarakat, bagaimana mereka membaca jejak binatang, memahami tanda alam, dan menghormati siklus kehidupan,” katanya.

Karya tersebut, lanjutnya, tidak hanya menjadi bentuk ekspresi seni, tetapi juga memperkuat Pokok Pikiran Pemajuan Kebudayaan Daerah (PPKD), dengan menggali nilai-nilai budaya lokal dan menampilkannya kembali dalam bentuk yang kreatif dan edukatif.

Selain aktif di berbagai kompetisi, SS Santavuni juga terpilih sebagai salah satu sekolah dalam program Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. JEF

Pos terkait