TANAMODINDI, MERCUSUAR – Staf Ahli Presiden Republik Indonesia, Prof. Dr. Drs. Ermaya Suradinata, SH., MH., MS hadir mengisi kuliah Tamu di Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Pembangunan (STIAP) Palu, Senin (25/9/2023).
Mantan Gubernur Lemhannas RI Tahun 2001-2005 itu untuk mengisi kuliah tamu dengan tema utama “Etika Pemerintahan, Politik Pancasila Wawasan Kebangsaan dan Bela Negara Dalam Persiapan Pemilu 2024”, di hadapan mahasiswa Kampus STIAP Palu.
Dalam pemaparannya, mantan Rektor IPDN itu mengatakan, dunia saat ini telah mengalami krisis, akibat dari perang dunia ketiga berupa perang biologi (Covid-19), semua negara mengalami dan mengakibatkan semua gerak negara berubah.
Belum lagi, telah terjadi perubahan iklim, sebagian belahan dunia mengalami kekeringan dan sebagian lainnya mengalami kebanjiran, akibatnya dunia terancam mengalami krisis pangan.
Menghadapi hal tersebut, Indonesia harus memanfaatkan dengan baik Bonus Demografi, yakni memanfaatkan masa penduduk usia produktif (15-64 tahun) dengan proporsi lebih dari 60 persen dari total jumlah penduduk Indonesia, agar tercipta sistem pembangunan berkelanjutan sampai 2045.
“Ini sudah dirancang oleh bung Karno, sistem pembangunan 100 tahun. Jika ini diambil Indonesia, maka bisa menjadi pemimpin dunia,” kata Prof Ermaya.
Namun katanya, ada ketentuan lain yang harus juga diperhatikan, yakni menjaga ideologi Pancasila sebagai idiologi negara, falsafah hidup, dan perekat bangsa. Jika tidak, maka tidak menutup kemungkinan negara Indonesia yang besar ini akan mengalami kemunduran, bahkan mengalami kehancuran seperti Uni Soviet.
Indonesia saat ini mulai diperhitungkan dunia, bahkan ditunjuk menjadi memimpin dunia dalam menangani krisis pangan, melalui G20. Penghargaan dunia tersebut tidak boleh membuat Indonesia lengah. Harus tetap menjaga situasi politik dalam negeri, harus berdaulat, berdikari dalam ekonomi, berbudaya dalam kebudayaan Indonesia.
Untuk itu, Prof Ermaya meminta agar mahasiswa harus belajar untuk menghadapi Proxy War dan Kondisi ketidakpastian dunia saat ini.
“Perlu dipahami, proxy war dan ketidakpastian itu ada dua, yakni perang fisik seperti Rusia dan Ukraina saat ini, dan ada juga perang yang tidak terlihat,” ujarnya. CR1