Sulteng Kekurangan 811 Guru Produktif SMK

KEKURANGAN GURU

PALU, MERCUSUAR – Ketersedian guru produktif (vokasi) yang mengajar di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Sulawesi Tengah (Sulteng) masih sangat kurang. Menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisbud) Sulteng, Irwan Lahace, masih kekurangan guru produktif di SMK se-Sulteng mencapai 811 orang.

“Olehnya itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud RI), mempunyai suatu program keahlian ganda. Artinya guru-guru SMA yang memiliki keahlian bisa masuk ke SMK untuk menjadi guru produktif, misalnya jurusan tata boga di SMKN 1 Palu, ada beberapa guru SMA mau beralih dan itu saya izinkan,” katanya, Selasa (3/9/2019).

Namun kata Irwan, persoalanya saat ini Universitas Tadulako (Untad) Palu, belum ada jurusan khusus untuk guru produktif. Olehnya itu, pihaknya belum lama ini mendorong Rektor Untad untuk membuka jurusan itu.

“Kemudian apabila guru SMA ikuti program keahlian ganda Kemendikbud, untuk menjadi guru produktif tentunya butuh waktu delapan bulan, sehingga jika banyak yang mengikuti siapa yang mengajar. Apalagi tinggalkan daerah asalnya, jadi ini yang saat ini menjadi masalah,” ujarnya.

Irwan mengungkapkan ia telah membahas persoalan tersebut ke Gubernur Sulteng, H Longki Djanggola. Irwan meminta gubernur agar tak memberikan izin atau menunda (moratorium) apabila ada permintaan masyarakat untuk membangun SMK baru. Terlebih jika belum diketahui persis apa jurusan yang dibuka, sebab persoalan guru harus dibenahi terlebih dahulu.

“Pak gubernur sudah perintahkan saya bersama kepala BKD dan Bappeda untuk mengkonsultasikan terkait guru produktif ini ke KementerianPAN-RB, sebab ada edaran MenPan-RB hingga saat ini belum dicabut, terkait larangan mengangkat honorer di daerah,” ungkapnya.

Persoalanya, jika tidak diangkat guru honorer, Kemendikbud RI membuka peluang dana BOS 15 persen untuk guru honorer. Hal itu menurutnya bertentangan dengan regulasi Kemenpan-RB.

“Jadi ada dua regulasi yang bertentangan. Kami sudah diperintahkan pak gubernur untuk mempertanyakan masalah tersebut. Selain itu, saya juga sudah koordinasi dengan BKD, menurut mereka untuk formasi P3K itu hanya sekitar 100 untuk guru, sementara kami di Sulteng sangat kekurangan guru. Sebab kebijakan pusat membuat piramida terbalik artinya SMA diperkecil, SMK diperbanyak, tetapi tidak ditunjang dengan ketersedian guru,” tambanya.

Persoalan guru jangan hanya diserahkan ke pemerintah daerah, karena kebutuhan guru sangat mendesak. Dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2016, sangat jelas perintah Presiden melalui Inpres hal tersebut merupakan pembangunan revitalisasi SMK.

“Revitalisasi SMK harus di jawab, artinya masalah saat ini masih terletak di ketersedian guru. Maka dari itu, saya berharap Untad ini juga perlu di dorong, agar menghasilkan guru-guru yang memang khusus untuk SMK,” katanya.

Namun, persoalannya dalam mendorong Untad untuk membuka jurusan khususnya mencetak guru produktif SMK, tentunya membutuhkan waktu lama. Olehnya itu jurusan-jurusan di SMK yang tidak terlalu penting saat ini harus dibatasi, karena guru produktifnya tidak ada.

Kemudian, masalah selanjutnya untuk menjadi tenaga kesehatan minimal Diploma III, namun persoalnya banyak SMK membuka jurusan kesehatan, yang sudah pasti siswa itu akan menjadi pembantu di tempat praktiknya.

“Mereka ini menangani nyawa, jika misalnya perbengkelan jika sudah ada sertifikat dari industri, anak itu sudah bisa bekerja. Tetapi untuk anak keperawatan siapa yang memberikan rekomendasi untuk mereka praktik di Rumah Sakit dalam melayani pasien, ini tentunya menjadi masalah,” tutupnya.UTM

Pos terkait