PALU, MERCUSUAR – Praktik pertambangan ilegal atau Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Sulawesi Tengah masih menjadi isu yang belum tuntas. Bahkan yang terbaru, kegiatan PETI berada di Vatutela, Kelurahan Tondo, Kota Palu, dilaporkan alat berat dengan leluasa keluar masuk di lokasi yang berdekatan dengan Watutempa itu.
“Alat-alat berat yang masuk itu kerja sama dengan warga Negara asing (WNA). Sekarang alat berat sudah tembus di lokasi di lahan milik warga, ini sangat membahayakan,” cerita sumber Mercusuar, Rabu (13/8/2025).
Disebutkan, aksi mengeruk potensi alam Kota Palu ini terasa sangat leluasa tanpa adanya penertiban. Padahal, aksi itu jelas-jelas tanpa izin. Karenanya, ia mengingatkan pihak yang berkompoten dengan kegiatan itu agar segera melakukan peneriban sebelum terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
General Manager External Affairs & Security PT Citra Palu Minerals (CPM), Amran Amier yang dihubungi terpisah tidak memberikan komentar.
Sementara Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, Moh. Taufik kepada wartawan juga mempertanyakan langkah penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat. Apa lagi yang berkaitan dengan kehadiran WNA yang terlibat dalam aktivitas PETI itu.
“Memang ironis. Karena ini kan sesuatu yang sudah berulang. Dulu sempat ada penindakan yang dilakukan terhadap WNA yang melakukan aktivitas di Vatutela. Tapi sampai sekarang, prosesnya kita tidak tahu sudah sejauh mana, tidak memberikan efek jera karena buktinya masih ada WNA yang beraktivitas di kegiatan-kegiatan seperti ini,” ujar Taufik kepada wartawan.
Bahkan, ia juga mempertanyakan peran pihak Imigrasi yang seolah-olah hanya melakukan pembiaran.
Taufik mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap semua pihak yang terlibat, termasuk pemodal dan pemilik lokasi tambang. Selain itu, ia meminta instansi terkait, seperti Kementerian Ketenagakerjaan dan Imigrasi, memperketat izin masuk bagi tenaga kerja asing ke wilayah Sulawesi Tengah.
Sebelumnya, pihak Imigrasi menyampaikan bahwa pihaknya yang tergabung dalam Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) tidak menemukan adanya WNA yang terlibat dalam tambang ilegal.
“Ada kemungkinan informasi turunnya timpora sudah bocor, sehingga tidak ditemukan ada WNA,” kata Taufik.
Tahun 2024 lalu di lokasi yang sama, aparat Polda Sulteng menangkap dua WNA yang terlibat aktivitas PETI.
Dua WNA tersebut adalah LJ (62) sebagai tehnisi dan ZX (62) selaku tehnisi laboratorium. Keduanya beralamat di Hunan, China.
Polisi juga menyita tiga unit alat berat excavator, 20 buah tong plastic, empat unit mesin alkon, tiga batang pipa paralon, satu set alat uji sample, dua buah jerigen kapasitas 30 liter berisi bahan kimia hidrolik acid 32 persen dan hydrogen peroksida, dan lainnya. Tersangka dijerat dengan pasal 158 dan 161 Undang-Undang (UU) RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.*/MAN