The End, Refleksi Endeng Tentang Proses Berkesenian

THE END
FOTO: Endeng saat melakukan performing art bertajuk The End, Senin (9/11/2020). FOTO: KIRIMAN REZA ADITAMA

PALU, MERCUSUAR – Seniman kawakan Kota Palu, Endeng Mursalin, kembali menggelar performing art bertajuk The End, Senin (9/11/2020). Performing art ini dilaksanakan di beberapa titik di Kota Palu, secara bergantian. 

Aksi performing art ini diawali di Museum Negeri Sulawesi Tengah (Sulteng), lalu ke Pasar Inpres Manonda, DPRD Provinsi Sulteng, di depan Bank Indonesia BI, dan berakhir di depan Masjid Raya Baiturrahman Lolu

Dalam aksinya, Aba, sapaan akrab Endeng, bertelanjang dada, mengenakan kain putih layaknya sebuah sarung, mengambil cat dengan kedua tangannya kemudian menggoreskannya di kanvas yang sudah disiapkan, hingga membentuk sebuah sketsa wajah. 

Aba yang diwawancarai usai performing art ini mengatakan, konsep pertunjukan ini pada hakikatnya adalah sebuah refleksi tentang sebuah siklus tujuan dalam berkesenian. Pertunjukan ini dimulai di museum, menggambarkan tujuan berkesenian agar sebuah karya seni menjadi sejarah dan pembuktian bahwa karya seni harus dirawat, layaknya sebuah benda peninggalan sejarah. 

Selanjutnya, di pasar, menggambarkan proses berkesenian sebagai mata pencaharian. Apalagi saat ini, nilai harga sebuah karya seni semakin tidak masuk akal harganya. 

Kemudian di depan gedung DPRD Provinsi Sulteng, menggambarkan proses berkesenian yang telah beririsan dengan hal-hal politik. Para elit politik membicarakan kesenian menurut pengertian mereka, dengan nilai-nilai politis yang mereka pahami. 

Kemudian pertunjukan di depan Bank Indonesia (BI), menggambarkan proses berkesenian yang saat ini hanya dinilai dengan angka-angka. Muncul pertanyaan dalam benak Aba, jika sebuah karya seni tidak lagi ada nilainya dan tidak lagi terhitung dengan angka, maka akan dikemanakan karya seni itu. 

Di akhir pertunjukan yang dilakukan di depan Masjid Raya Baiturrahman Lolu, adalah sebuah refleksi awal proses berkesenian, yang merupakan persembahan kepada Tuhan, misalnya kaligrafi di Masjid dan lukisan di gereja. 

“Pada proses awal berkesenian, manusia menghambakan kesenian kepada Tuhan. Nilai ini yang harus kembali kita maknai,” ujarnya. 

Aba menjelaskan, selain pertunjukan ini, pihaknya juga akan menggelar pameran lukisan di kediamannya, dari 13 hingga 30 November 2020. JEF

Pos terkait