TALISE, MERCUSUAR – Dunia remang-remang sudah menjadi tren diberbagai daerah khususnya di ibu kota, di Kota Palu sendiri para pekerja seks sebagian terlokalisir di lokasisasi ‘Tondo Kiri’, walaupun tidak lagi mengantongi izin dari Pemkot Palu, akan tetapi aktifitas jual beli seks masih sangat aktif di wilayah itu..
Pengelola Program/Monitoring&evaluasi KPA Sulawesi Tengah (Sulteng), Moh. Fadli Alhasni.Sos mengatakan, saat ini (Mei 2019) angka kumulatif kasus HIV yang mencapai 1.561 kasus penularannya terkosentrasi melalui hubungan transmisi seksual. Mereka yang berada di eks lokasi atau yang tren disebut “Tondo kiri’’ adalah populasi beresiko yang berpotensi menerima dan menularkan Infeksi Menular Seksual IMS) dan virus mematikan (HIV).
Dia melanjutkan, penjaja seks di “Tondo kiri” hasil pendataan terakhir pascagempa tercatat berjumlah sekira 150 orang yang transaksi seksnya dilakukan dilokasi maupun secara mobile. Dan yang sangat menarik mereka yang positif HIV disana tetap eksis menjajakan seks pada lelaki hidung belang.
Jika dihitung-hitung secara kasar dalam semalam para wanita yang positif HIV mengaku bisa melayani sampai 5-10 orang lelaki. Semisalnya 1 wanita pekerja seks positif HIV melayani sedikitnya 5 orang saja dalam semalam, maka dalam 25 hari ada sekitar 125 lelaki pembeli seks yang mendapatkan bonus virus HIV dari hasil transaksi seks yang telah dilakukan tanpa menggunakan pengaman alias kondom dan selanjutnya virus ini dibawa lagi kepada pasangan/istrinya dirumah dan pada anak yang kelak dilahirkan nanti. Sangat ironis akan tetapi itu sudah menjadi resiko pembeli seks, dengan mendapatkan kenikmatan sesaat dan yang pasti IMS-HIV seumur hidup.
“Tentu hal tersebut jangan sampai menimpa kita,” ujarnya.
Perzinahan adalah suatu perbuatan terlarang yang tidak disukai semua agama baik Kristen, Hindu, Budha yang larangannya tertuang jelas dalam kitab masing-masing. Dalam Islam, Allah secara jelas telah memberikan kiat penangkal Virus yang berbahaya itu. ”Wala taqrabu al-zina’’ (Janganlah mendekati zina)” (Q.S. 17:32).
“Kalau kita renungkan, tampaklah bahwa ayat di atas sangat antisipatif: Allah menjaga orang-orang beriman dari bahaya-bahaya yang akan diakibatkan oleh perzinaan,” imbaunya.
Dalam konteks untuk memutus mata rantai penularan virus ini, berbagai upaya telah dilakukan baik rehabilitasi, sosialisasi perubahan perilaku, pemberlakuan aturan lokalisasi yaitu pemakaian kondom konsisten pada setiap transaksi seks, hingga sangsi berupa denda 50juta yg tertuang dalam Perda penanggulangan AIDS bagi yang sengaja menularkan HIV, akan tetapi semuanya dikembalikan lagi pada mereka apakah mereka mau berubah atau tidak. ‘Menghilangkan lokalisasi agar tak ada lagi transaksi seks??tentunya itu bukan solusi’’, Jika tidak ada lokalisasi, maka dikhawatirkan penyebaran HIV menjadi tidak terkontrol.
Dalam pengendalian HIV, lokalisasi sangat penting untuk mengurangi dampak negatif dari transaksi seks ‘bukan menghalalkannya’ agar prostitusi tak menyebar keseluruh wilayah. Dan dengan dilokalisir, akan mudah pemantauannya dibarengi dengan kontrol yang ketat dan penyadaran yang terencana,secara perlahan keberadaan lokalisasi akan tutup dengan sendirinya karena para penghuninya telah sadar dan menemukan jalan lain yang lebih santun. Yang paling baik adalah ‘Stop jajan seks’ dan setia kepada pasangan (Pasutri)) agar terhindar dari virus IMS-HIV. Sekarang tergantung dari anda?AMR/*