TW I, Sulteng Lebih Baik

PALU, MERCUSUAR - Pertumbuhan ekonomi Sulteng pada triwulan I 2018 mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi tercatat 6,62% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan I 2017 yakni 3,97% (yoy). Demikian diungkapkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulteng dalam keterangan pers terkait Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Mei 2018 di Hotel Santika Palu, Kamis (31/5/2018). Pertumbuhan ekonomi Sulteng tersebut juga lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional 5,06% (yoy). Namun, jika dibandingkan dengan capaian pertumbuhan 9,15% (yoy) pada triwulan sebelumnya, terlihat sedikit mengalami perlambatan. Kepala Perwakilan BI Sulteng, Miyono menjelaskan, perlambatan pertumbuhan ekonomi ini sesuai dengan polanya selama ini, yang dikarenakan adanya penurunan konsumsi di setiap awal tahun bila dibandingkan dengan akhir tahun. Dalam konteks Sulteng, penurunan konsumsi pemerintah daerah di awal tahun yang mengakibatkan belum maksimalnya pendapatan, berdampak pada sektor swasta, sehingga konsumsi rumah tangga atau masyarakat di awal tahun terindikasi juga menurun. “Hal ini tercermin dari penurunan Indeks Keyakinan Konsumsi (IKK) ke level 123,17 pada Maret 2018 dari Desember 2017 sebesar 137,” jelasnya. Namun, di tengah menurunnya konsumsi, Sulteng masih berhasil mecatatatkan angka pertumbuhan investasi dan ekspor yang relatif tinggi, seiring dengan kecederungan membaiknya harga komoditas andalan Sulteng di pasar internasional seperti nikel, stainless steel dan LNG. MASIH DITOPANG DUA SEKTOR Dari Sisi lapangan usaha, sektor pertambangan dan penggalian masih menjadi kontributor utama pertumbuhan Sulteng. Pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian mencapai 15,43 persen yang tertinggi di antara sektor lainnya selama triwulan I 2018. Terjaganya permintaan dari negara mitra dagang atas LNG dan komoditas nikel beserta turunananya, berdampak positif pada kinerja sektor pertambangan dan penggalian sebagai pemasok bahan baku, sehingga memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sektor lain yang juga menjadi penyumbang pertumbuhan terbesar adalah industri pengolahan, pertanian, perdagangan, serta sektor informasi dan komunikasi. Industri pengolahan mencatatkan angka pertumbuhan yang cukup besar dibanding periode yang sama tahun lalu. Sedangkan inflasi Sulteng pada Maret 2018 tercatatat 2,71% (yoy), lebih rendah dibandingkan Desember 2017 4,33% (yoy). Penurunan inflasi pada triwulan laporan tidak lepas dari tercukupinya pasokan komoditas pangan secara umum. Namun, inflasi Sulteng saat ini masih tergolong tinggi dari target yang ditetapkan yaitu 3,00% (yoy). “Semoga inflasi bulan Ramadan tidak terlalu tinggi karena inflasi yang saat ini mengalami penekanan tentu membuat kita menjadi suatu beban yang harus segera diatasi,” jelasnya.RES

PALU, MERCUSUAR – Pertumbuhan ekonomi Sulteng  pada triwulan I 2018 mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi tercatat 6,62% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan I 2017 yakni 3,97% (yoy).  Demikian diungkapkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulteng dalam keterangan pers terkait Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Mei 2018  di Hotel Santika Palu, Kamis (31/5/2018).

Pertumbuhan ekonomi Sulteng tersebut juga lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional 5,06% (yoy). Namun, jika dibandingkan dengan capaian pertumbuhan 9,15% (yoy) pada triwulan sebelumnya, terlihat sedikit mengalami perlambatan. Kepala Perwakilan BI Sulteng, Miyono menjelaskan, perlambatan pertumbuhan ekonomi ini sesuai dengan polanya selama ini, yang dikarenakan adanya penurunan konsumsi di setiap awal tahun bila dibandingkan dengan akhir tahun. Dalam konteks Sulteng, penurunan konsumsi pemerintah daerah di awal tahun yang mengakibatkan belum maksimalnya pendapatan, berdampak pada sektor swasta, sehingga konsumsi rumah tangga atau masyarakat di awal tahun terindikasi juga menurun. “Hal ini tercermin dari penurunan Indeks Keyakinan Konsumsi (IKK) ke level 123,17 pada Maret 2018 dari Desember 2017 sebesar 137,” jelasnya. Namun, di tengah menurunnya konsumsi, Sulteng masih berhasil mecatatatkan angka pertumbuhan investasi dan ekspor yang relatif tinggi, seiring dengan kecederungan membaiknya harga komoditas andalan Sulteng di pasar internasional seperti nikel, stainless steel dan LNG.

MASIH DITOPANG DUA SEKTOR

Dari Sisi lapangan usaha, sektor pertambangan dan penggalian masih menjadi kontributor utama pertumbuhan Sulteng. Pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian mencapai 15,43 persen yang tertinggi di antara sektor lainnya selama triwulan I 2018. Terjaganya permintaan dari negara mitra dagang atas LNG dan komoditas nikel beserta turunananya, berdampak positif pada kinerja sektor pertambangan dan penggalian sebagai pemasok bahan baku, sehingga memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Sektor lain yang juga menjadi penyumbang pertumbuhan terbesar adalah industri pengolahan, pertanian, perdagangan, serta sektor informasi dan komunikasi. Industri pengolahan mencatatkan angka pertumbuhan yang cukup besar dibanding periode yang sama tahun lalu. Sedangkan inflasi Sulteng pada Maret 2018 tercatatat 2,71% (yoy), lebih rendah dibandingkan Desember 2017 4,33% (yoy). Penurunan inflasi pada triwulan laporan tidak lepas dari tercukupinya pasokan komoditas pangan secara umum. Namun, inflasi Sulteng saat ini masih tergolong tinggi dari target yang ditetapkan yaitu 3,00% (yoy). “Semoga inflasi bulan Ramadan tidak terlalu tinggi karena inflasi yang saat ini mengalami penekanan tentu membuat kita menjadi suatu beban yang harus segera diatasi,” jelasnya.RES

Pos terkait