Wagub Minta PT Hangjaya Meneralindo Segera Penuhi Hak Warga

BETE
FOTO: Wagub Sulteng, Rusli Dg Palabbi, memimpin rapat penyelesaian masalah antara masyarakat Desa Bete – bete dengan PT Hangjaya Mineralindo, di ruang kerja Sekdaprov, Kamis (12/11/2020). FOTO: MAHBUB/MS

PALU, MERCUSUAR – Wakil Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Rusli Dg Palabbi, memimpin rapat penyelesaian permasalahan antara masyarakat Desa Bete – bete, Kecamatan Bungku Selatan, Kabuoaten Morowali, dengan PT. Hangjaya Mineralindo, di ruang kerja Sekertaris Daerah Provinsi Sulteng, Kamis (12/11/2020).
Hadir dalam rapat tersebut, Bupati Morowali, Taslim, Kepala organisasi perangkat daerah (OPD) teknis, Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan, Bunga Elim Somba, Kadis Penanaman Modal, DPMPTSP, Christina Shandra Tobondo, sejumlah perangkat Desa Bete-bete , BPD Desa Bete-bete, dan Tokoh Masyarakat Bete – bete.
Pada kesempatan itu wagub menyampaikan, penyelesaian permasalahan antara masyarakat Bete-bete dan PT Hangjaya Mineralindo, harus didapatkan dengan keputusan yang dapat memberikan solusi, dan dapat diterima kedua belah pihak.
“Oleh sebab itu, diharapkan mari kita mendengarkan penjelasan dari berbagai pihak, supaya melahirkan solusi yang baik,” katanya
Sementara itu, Bupati Morowali, Taslim mengemukakan, permasalahan antara masyarakat Desa Bete-bete dengan PT Hangjaya Mineralindo, selama ini tidak pernah ada. Permasalahan ini terjadi sejak tahun 2020, terkait dengan pelaksanaan kesepakatan antara PT Hangjaya Mineralindo dengan masyarakat Bete-bete tahun 2012, dengan kesepakatan kedua belah pihak antara lain.
“Kewajiban perusahaan untuk membayar CSR sebesar Rp2000/M3 dan fee untuk masyarakat Rp3000/M3 dan dengan adanya regulasi UU Nomor 4 tahun 2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 108 ayat 1 dan 2,” ungkap Taslim.
Ia menjelaskan, pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Kemudian, penyusunan program dan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dikonsultasikan kepada pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, sehingga dengan ketentuan tersebut, pihak perusahaan merasa terbebani selain membayar Corporate Sosial Responcibility (CSR), fee dan PPM.
Pada kesempatan yang sama, pihak PT Hangjaya Mineralindo menyampaikan, lokasi tambang yang dikelola di Desa Bete – bête, sebelumnya sudah dilakukan kesepakatan antara perusahaan dengan masyarakat desa, terkait dengan kewajiban perusahaan tentang besaran CSR dan fee kepada masyarakat. Tetapi kesepakatan itu belum dapat dipenuhi, sehubungan dengan keluarnya regulasi baru yang mewajibkan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, mengeluarkan kewajiban PPM dan memberatkan perusahaan
Asisten II, Elim Somba menyampaikan, dengan keluarnya regulasi baru tentang perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, menyebutkan kewajiban perusahaan mengeluarkan CSR atau fee, sudah diganti dengan kewajiban untuk program PPM dan kebijakan tersebut sudah ditindaklanjuti dengan Pergub Nomor 38 Tahun 2019, tentang Rencana Induk Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat.
“Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, sehingga perusahaan diwajibkan menyusun Cetak Biru PPM,” ungkap Elim Somba.
Perwakilan aparat Desa Bete-bete menyampaikan agar pemerintah dapat memperhatikan dan melindungi hak-hak masyarakat tentang kewajiban PT Hangjaya Mineralindo, yang sudah sepakat untuk memberikan Fee sebesar Rp3000 dan untuk CSR sebesar Rp2000.
Setelah mendengarkan penjelasan dari semua pihak, maka wagub menyampaikan, operasional pertambangan harus sesuai dengan regulasi dan ketentuan yang berlaku. Ia juga menegaskan hak – hak masyarakat juga harus dilindungi. Untuk itu diharapkan agar pihak perusahaan dapat mengeluarkan Cetak Biru PPM.
Kemudian disampaikan pula kepada masyarakat tentang program pemberdayaan masyarakat yang harus dilaksanakan, yang nantinya program pemberdayaan tersebut akan dilaksanakan sepenuhnya oleh Masyarakat Bete -bete. BOB

Pos terkait