PALU, MERCUSUAR – Hemsi bersama Penasehat Hukum serta Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulteng memasukan Memori Kasasi di Pengadilan Negeri (PN) Pasangkayu, Sulawesi Barat, Kamis (1/8/2019).
Upaya tersebut dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap putusan hakim PN Pasangkayu yang menyatakan Hemsi bersalah.
Berkaitan dengan kasus kriminalisasi yang dialami oleh Hemsi tersebut, Walhi Sulteng mencatat beberapa point sejak kasus Hemsi mengemuka di permukaan.
Manajer Kajian dan Pembelaan Hukum Walhi Sulteng, Moh Hasan, dalam konferensi pers di Sekretariat AJI Palu, Jumat (2/8/2019) menjelaskan, ada banyak kekeliruan dan ketidaksesuaian prosedur dalam penanganan kasus Hemsi. Dicontohkannya, penetapan Hemsi menjadi tersangka hanya berdasarkan laporan, tanpa didukung dengan alat bukti lain berdasarkan Pasal 184 Ayat (1) KUHAP.
“Sejak Hemsi dilaporkan oleh pihak PT Mamuang, pihak Kepolisian tidak pernah memeriksa hak perdata pelapor, terkait kepemilikan lahan yang disengketakan, misalnya Hak Guna Usaha (HGU. Jadi hal tersebut telah menyalahi prosedur penegakan hukum,” ujarnya.
Selain itu, dalam proses persidangan di PN Pasangkayu, Majelis Hakim menurutnya, tidak cermat dan tidak teliti dalam proses persidangan Hemsi. Seharusnya, kata dia, mereka mempertimbangkan bukti-bukti yang dibawa Hemsi, dan Majelis Hakim juga seharusnya mendesak untuk menghadirkan HGU PT Mamuang.
“Dalam hal ini, kelihatan sekali Majelis Hakim tidak tegas terhadap perusahaan dan seakan-akan perusahaan merupakan tamu spesial dihadapan hukum negara kita,” ujar Hasan.
Berdasarkan hal itu, sebagai bentuk supremasi hukum yang adil secara merata, Walhi Sulteng menuntut negara untuk melakukan evaluasi terhadap Majelis Hakim di PN Pasangkayu dan Jaksa Penuntut Umum. Sebab pihaknya menilai Majelis Hakim tidak cermat dan teliti terhadap kasus Hemsi, sehingga menjatuhkan putusan yang menurut Walhi merupakan putusan cacat.
Ketidakcermatan itu, katanya, juga bukan hanya dialami oleh Hemsi, tapi dialami pula oleh empat petani yang pernah didampingi Walhi Sulteng pada tahun 2017 lalu.
Selain itu, Walhi Sulteng juga menuntut negara untuk mengevaluasi proses penegakan hukum oleh Kepolisian di Kabupaten Pasangkayu. Sebab ada banyak ketidaksesuaian dalam proses hukum yang justru merugikan Hemsi sebagai korban kriminalisasi perusahaan.
Di samping menuntut evaluasi terhadap beberapa institusi yang disebut di atas, Manajer Kampanye Walhi Sulteng, Stevandi juga menuntut Presiden Jokowi untuk serius dalam memberikan perlindungan pada rakyatnya.
Negara, kata dia, harus hadir dan memberikan perlindungan pada rakyat dari keserakahan koorporasi.
“Jokowi baru saja ditetapkan sebagai pemenang di Pilpres kemarin. Dia tahu konflik agraria masih terus terjadi, dia tahu banyak petani yang dikriminalisasi, namun apakah itu akan mengerahkan dia memberikan perlindungan pada rakyat? Itu belum tentu,” ujarnya. JEF