WALHI Sulteng Inisiasi Rumah Tumbuh

HLL - Copy

PALU, MERCUSUAR – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Tengah (Sulteng) menginisiasi pembangunan hunian tetap bagi penyintas bencana 28 September 2018. Pembangunan hunian tetap berbasis partisipasi masyarakat ini, dilakukan di Desa Rano, Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala.

Manajer Divisi Kampanye WALHI Sulteng, Stevandy, dalam Briefing Media terkait penanganan bencana di Palu, Sigi dan Donggala, Senin (18/3/2019) mengatakan, pembangunan hunian tetap yang dinamakan Rumah Tumbuh ini, mengutamakan pelibatan masyarakat seluas-luasnya secara partisipatif, untuk ikut terlibat dalam proses pembangunan hunian tersebut, mulai dari penentuan lokasi, hingga model hunian yang akan dibangun. Selain itu, dalam proses pembangunan, pihaknya bersama warga juga melihat aspek-aspek mitigasi bencana dan kearifan lokal di lingkungan sekitar lokasi pembangunan.

“Dapat kami katakan, Rumah Tumbuh ini merupakan hunian tetap yang pertama kali siap pasca bencana 28 September 2018 lalu. Rumah Tumbuh ini juga mengakomodir beberapa unsur seperti kelompok rentan, misalnya disabilitas, lansia, perempuan dan anak-anak,” ujarnya.

Lanjut Stevandy, Rumah Tumbuh yang akan dibangun di Desa Rano berjumlah 67 unit, yang akan dibangun dalam dua tahap. Pembangunan tahap pertama berjumlah 25 unit dan telah selesai dikerjakan dan siap huni, sementara untuk tahap kedua akan dibangun 42 unit, yang diharapkan rampung pada Maret 2019.

“Masing-masing unit akan dihuni oleh satu kepala keluarga. Satu unit Rumah Tumbuh berukuran  masing-masing 4 meter × 7 meter,” jelasnya.

Pembangunan Rumah Tumbuh ini juga menurut Stevandy, juga akan dilengkapi dengan sarana air bersih, sanitasi, dan kesehatan lingkungan. Pihaknya juga telah melakukan sosialisasi tentang metode pengelolaan sampah rumah tangga kepada masyarakat, agar sampah yang dihasilkan dari kawasan pemukiman ini, tidak merusak lingkungan. 

Pemilihan Desa Rano sebagai lokasi pembangunan Rumah Tumbuh kata Stevandy, selain karena desa tersebut merupakan salah satu desa binaan WALHI Sulteng, juga karena pasca bencana 28 September 2018, hampir 90 persen hunian di desa yang mengitari Danau Rano tersebut, rusak parah. Selain itu, pada masa tanggap darurat, Desa Rano merupakan salah satu desa yang terisolir pasca bencana, sehingga akses bantuan cukup sulit menjangkau desa tersebut, bahkan pengangkutan lgistik bantuan dilakukan lewat jalur laut dan udara.  

Stevandy menjelaskan, pihaknya berharap, inisiasi untuk membangun hunian tetap berbasis partisipasi masyarakat ini, dapat menjadi role model bagi NGO dan pemerintah, untuk pembangunan hunian tetap (huntap) bagi penyintas bencana di Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong. JEF

Pos terkait