LOLU SELATAN, MERCUSUAR – Yayasan Skala Indonesia menginisiasi program “Develop Community-Led Disaster Risk Management”, sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kapasitas warga yang berada di daerah paling berisiko, untuk dapat mengelola secara mandiri risiko bencana yang ada di daerahnya. Program ini didukung oleh PT Mandala Multifinance Tbk.
Direktur Yayasan Skala Indonesia, Trinirmalaningrum, pada Seminar Hasil Program Pengembangan Manajemen Risiko Bencana Berbasis Komunitas, Kamis (25/1/2024) mengatakan, pelaksanaan program ini telah melalui tahap pertama, dengan melakukan kajian kerentanan kapasitas menghadapi bencana di tiga desa, di antaranya Desa Balukang dan Tonggolobibi di Kecamatan Sojol dan Desa Sioyong di Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala. Program ini juga melalui tahap kedua, dengan membentuk Rencana Kontinjensi Gempabumi dan Tabletop Exercise di ketiga desa. Program ini juga memfasilitasi pengesahan dokumen Rencana Kontinjensi Gempabumi Berbasis Desa pada ketiga desa.
Menurut Trinirmalaningrum, perencanaan kontinjensi penting dilakukan, karena dapat membantu mengkoordinasikan lembaga, organisasi, dan perorangan untuk memberikan respon yang cepat dan efektif. Membangun ketahanan kelompok rentan kata dia, membutuhkan berbagai sektor untuk mengatasi peristiwa bencana.
“Peran keterlibatan masyarakat lokal, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan tingkat lokal/desa, keterlibatan perempuan dan perwakilan gender lainnya, diperlukan untuk menghasilkan solusi bersama dalam pembangunan setelah terjadi bencana. Dalam proses rekonstruksi setelah bencana, ada peluang untuk ‘membangun kembali dengan lebih baik’, memastikan PRB, ketahanan, dan masukan masyarakat yang dirancang sebagai pembangunan kembali,” ujarnya.
Corporate Communication Analyst Lead – Engagement · PT. Mandala Multifinance Tbk, Ifka Sihalolo mengatakan, program ini memberikan peluang untuk dialog dan komunikasi, yang dapat memberikan ruang bagi komunitas, perempuan dan kelompok gender lainnya, untuk terhubung dan mendorong orang-orang di sekitar mereka, serta membangun modal sosial. Dari situ, komunitas dapat membangun hubungan mereka dengan orang lain dan menemukan tujuan bersama.
“Seminar hasil program ini merupakan salah satu wadah untuk bertukar informasi, sekaligus berdiskusi mengenai pembangunan berkelanjutan yang berperspektif pengurangan risiko bencana. Hal ini dilakukan untuk menyebarluaskan pengembangan manajemen risiko bencana berbasis komunitas dan dapat disebarkan kepada khalayak ramai sebagai sebuah pembelajaran,” jelasnya.
Tiga Desa Berbagi Pengalaman
Pada seminar hasil ini, perwakilan masing-masing desa penerima program, mempresentasikan proses yang dilakukan di desa masing-masing. Perwakilan Desa Sioyong misalnya mengatakan, lewat program ini, masyarakat dapat mengenali risiko bencana yang ada di daerahnya, sehingga dapat membangun kesiapsiagaan di masyarakat.
“Desa Sioyong pernah mengalami tsunami pada 1968, 1996, dan 2018. Selain itu, Desa Sioyong juga rawan terkena banjir rob,” ujar perwakilan Desa Sioyong.
Sementara itu, perwakilan Desa Tonggolobibi menjelaskan, nama Tonggolobibi berasal dari dua kata, yakni Tonggo yang berarti rawa-rawa dan Bibi yang artinya burung Belibis. Dengan demikian, Tonggolobibi dimaknai sebagai burung Belibis yang bermain di rawa-rawa. Kondisi alam yang didomunasi oleh rawa-rawa ini, yang membuat Tonggolobibi menjadi wilayah yang memiliki risiko bencana, seperti tsunami dan banjir. Desa Tonggolobibi sendiri pernah mengalami bencana tsunami pada tahun 1996.
Kemudian, perwakilan Desa Balukang menjelaskan, pihaknya mengapresiasi program yang dilaksanakan ini, karena mendorong pasrtisipasi masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana. Mereka berharap, semoga rencana kontijensi yang disusun, dapat digunakan sebai mungkin oleh pemerintah dan masyarakat desa setempat. Pada seminar hasil ini juga dilakukan diskusi dengan akademisi dan para stakeholder di bidang perencanaan dan kebencanaan. Selain itu, pada kegiatan ini dilakukan pengesahan dokumen rencana kontijensi masing-masing desa dan penyerahan secara simbolis alat-alat pendukung kesiapsiagaan bencana bagi masing-masing desa. */JEF