PALU, MERCUSUAR – Roman R Sumbadjindja (36) alias Oman bin Ruslin dan Abdul Malik (38) alias Malik bin Mahfid memohon kepada Majelis Hakim menjatuhkan hukuman seringan-ringannya.
Permohonan tersebut disampaikan terdakwa saat membacakan pledoi (pembelaan) pada sidang berlangsung secara virtual di Pengadilan Negeri (PN) Klas IA PHI/Tipikor/Palu di Ketuai Marliyus MS SH MH Senin (4/1/2021).
Roman R Sumbadjindja dan Abdul Malik merupakan terdakwa kasus dugaan penyalagunaan narkotika golongan I jenis sabusabu seberat 24.930,39 gram atau sekira 25 kilogram (Kg). Keduanya ditangkap oleh Satnarkoba Polda Sulteng di depan pos Covid-19 di Jalan Trans Sulawesi, Kelurahan Tawaeli, Kecamatan Palu Utara pada Minggu (28/6/2020).
Inti pembelaan keduanya, mengakui kesalahannya dan berjanji tobat dan tidak akan mengulangi perbuatanya serta akan memperbaiki diri kedepan bila diberi kesempatan.
Hukuman mati tersebut, kata mereka, dirasakan sangat berat. Apalagi mereka sebagai tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah.
“Saya sangat memohon kepada Majelis Hakim agar mempertimbangkan hukuman mati tersebut, bagi generasi keluarga saya, terutama tiga orang anak-anak saya masih kecil serta membutuhkan perlindungan dan kasih sayang, serta didikan untuk menjadi anak-anak yang saleh,” pinta Abd Malik.
Bahkan kata Abdul Malik, kedua orangtuanya terus meneteskan air mata bila mengingat hukuman mati dituntut kepadanya.
Hal senada disampaikan Roman, ia memohon kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan hukuman seringan-ringannya.
Sementara itu, Penasehat Hukum terdakwa Abd Malik, yakni Kaharuddinsyah dan Abdul Manan, serta Penasehat Hukum terdakwa Roman, yaitu Ahmad Yani Jamal meminta pada Majelis Hakim untuk mempertimbangkan fakta-fakta hukum dan saksi dipersidangan.
“Majelis hakim mempertimbangkan yurisprudensi putusan Mahkamah Agung Nomor: 1531 K/Pid.Sus/2010, pada intinya Polisi yang menangkap dihadirkan dipersidangan sebagai saksi tidak dapat diterima, karena mengandung konflik kepentingan. Mengingat posisinya sebagai Polisi membuat mereka berkehendak agar perkara yang ditanganinya akan berhasil di pengadilan,” ucap Kaharuddinsyah.
Mendengar pledoi pihak terdakwa, JPU Nur Sricahyawijaya menyatakan akan mengajukan replik (tanggapan) secara tertulis dan meminta waktu tujuh hari.
Mendengar permohonan JPU, Ketua Majelis Hakim menunda sidang hingga Senin (11/1/2021) dengan agenda replik JPU.
Diketahui, Senin (14/12/2020), JPU menuntut kedua terdakwa pidana mati. Keduanya dinyatakan terbukti secara sah bersalah sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 114 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor: 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. AGK