PALU, MERCUSUAR – Dua terdakwa warga negara Asing (WNA) asal Malaysia, Hajar Bin Taher alias Paci DAN Alimudin Bin Mohd Ajay alias Zainuddin Ali alias Abang menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Klas IA/PHI/Tipikor Palu dengan agenda pledoi (pembelaan), Rabu (30/10/2019).
Terdakwa Hajar Bin Taher dalam pledoi yang disampaikan Penasehat Hukumnya, Riswanto Lasdin SH MH pada intinya meminta dibebaskan dari dakwaan JPU.
Hajar Bin Taher dan Alimudin Bin Mohd Ajay merupakan terdakwa kasus dugaan penyalagunaan narkotika golongan I jenis sabusabu, dengan berat total 69,0668 gram. Kedua terdakwa dalam satu berkas perkata itu adalah narapidana (napi) kasus narkotika yang tengah menjalani masa pidana di Lapas Klas II Palu.
Namun Alimudin Bin Mohd Ajay sempat lari kembali ke Malaysia ketika dikeluarkan saat terjadi gempa pada 28 September 2019. Dia kembali ke Indonesia untuk mengedarkan sabusabu dan ditangkap di Hotel Same Pantai Losari Makassar pada Senin (11/3/2019) sekira pukul 03.00 Wita oleh BNN Sulawesi Selatan setelah berkoordinasi dengan BNN Sulteng.
Riswanto dalam pledoi mengatakan keterangan saksi Abdul Rahman dan Misbahuddin (Tim BNN), saksi Kasmad Larasa dan Saksi Yohanis (penyidik), serta keterangan terdakwa Hajar, jelas mengungkap fakta bahwa penjemputan dan penangkapan terdakwa Hajar hanya didasarkan tindakan penyidik yang menyimpulkan pengakuan atau keterangan satu orang saksi saja, yakni Yahya Ang alias Ko Ade (berkas terpisah).
“Ko Ade hanya menyampaikan pada saksi Abdul Rahman dan Misbahuddin bahwa seseorang telah mengirimkan pesan foto lokasi penyimpanan paket sabu di Hotel Kampung Nelayan melalui Whatsapp dan menelpon untuk memberi petunjuk lokasi penyimpanan sabu-sabu adalah terdakwa Hajar Bin Taher Alias Paci, ” katanya pada Majelis Hakim diketuai, Lilik Sugihartono.
Fakta dipersidangan, sambungnya, Yahya Ang mengakui ia menyimpulkan bahwa orang menghubunginya orang berlogat Malaysia adalah Hajar Bin Taher. “Apakah benar itu Hajar Bin Taher, Yahya Ang tidak dapat memastikannya,” kata Riswanto.
Selain itu, lanjutnya, saksi Kasmad Larasa dan Yahonis menyatakan penyidikan atas terdakwa Hajar Bin Taher hanya didasarkan satu keterangan saksi yakni Yahya Ang.
Demikian saat penyidikan, tidak pernah dilakukan uji forensik digital/IT terhadap nomor handphone (Hp) yang menghubungi Yahya Ang, untuk mengetahui identitas pemilik nomor dan lokasi aktif nomor tersebut.
Keterangan terdakwa Hajar Bin Taher, lanjutnya, ia tidak pernah menghubungi Yahya Ang, serta nomor Hp yang menghubungi Yahya Ang bukan nomor Hpnya. Setidaknya ada bukti petunjuk lain yang menunjukan bahwa nomor Hp tersebut pernah digunakan oleh terdakwa menghubungi Yahya Ang. “Yahya Ang hanya berasumsi dan mengira-ngira terkait komunikasi melalui HP,” tandas Riswanto.
Ditegaskannya, saat tim BNN menjemput dan menangkap terdakwa di Lapas Klas II Palu tidak ditemukan barang bukti berupa sabusabu ataupun HP dalam penguasaan Hajar Bin Taher.
Bahkan keterangan terdakwa, , saat dilakukan pemeriksaan ia mengalami intimidasi dan pemukulan, agar mengakui perbuatanyang tidak diketahui dan dilakukannya. “Fakta hukum saksi Fery Manoarfa dan Erwin Yasin maupun Alimuddin Bin Moh Ajay, baik sebelum maupun sesudah menguasai barang bukti berupa dua paket sabu seberat 47,4495 gram, tidak pernah melakukan komunikasi langsung maupun tidak langsung dengan Hajar Bin Taher.
Diketahui, Rabu (2/10/2019), JPU menuntut keduanya pidana penjara masing-masing 20 tahun dan denda masing-masing Rp10 miliar suBbider enam bulan penjara. Keduanya dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 114 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. AGK