BUNGKU, MERCUSUAR – Senyum mengembang terpancar di wajah Fani (31) pemilik kerajinan tangan bunga stoking, Desa Kolono, Kecamatan Bungku Timur, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah di teras rumahnya.
Dengan senyum yang masih merekah itu, ia memperlihatkan beberapa bunga-bunganya yang masih tersisa di ruang tamu, bentuknya bermacam-macam begitu juga warnanya. Beberapa diantaranya ada yang sudah tersegel rapi dan sebagiannya belum.
“Ini kemarin banyak (ditaruh) di sini. Digantung-gantung,” kata Fani menunjuk sebuah gantungan kosong yang tertempel di dinding ruang tamunya, Sabtu (8/1/2022).
Bunga-bunga yang ia maksud tadi telah habis terjual. Beberapa orang yang mampir ke rumahnya tertarik membeli. Sebagian juga ada yang terbeli setelah dipasarkan secara online.
“Saya memang sejak dulu suka berdagang. Tapi, bukan berbisnis bunga stoking,” katanya setelah duduk di kursi ruang tamu.
Namun, semua itu dimulai dari pandemi. Awalnya keseharian Fani menjual mi ayam di kantin sekolah tidak jauh dari tempat tinggalnya. Tetapi karena pandemi dan sekolah terpaksa ditutup, Fani pun akhirnya menutup usahanya juga.
“Saya jadi tinggal di rumah. Saat itulah saya terpikir untuk mencari kesibukan lain,”kenang Fani.
Saat mulai berdiam di rumah, seorang pengrajin bunga stoking di Desa One Pute Jaya membuka kelas pelatihan pembuatan kreatifitas bunga stoking. Ia memutuskan ikut dan jadi pesertanya.
“Karena corona saya tidak punya kegiatan. Lalu saya mendengar ada teman buka kelas pelatihan, saya langsung ambil paket belajarnya. Dan ternyata saya suka,” ujar Fani.
Fani tergolong salah satu peserta pelatihan yang serius menekuni bisnis tersebut. Ia tidak mau menyia-nyiakan biaya dan kesempatan yang ada. Karena itu, ia bertekad akan menjalankan bisnis tersebut setelah mengikuti pelatihan.
Modal awal yang ia keluarkan untuk bisa menjalankan bisnis tersebut sekitar Rp 3 juta. Semuanya sudah terhitung seluruhnya dengan paket belajar dan modal pembelian bahan dan alat-alat kerajinan bunga stoking.
“Hasilnya lumayan. Peminat bunga stoking cukup banyak. Bahkan saya pernah melayani pembelian dari Kupang,” tutur dia.
Untuk memperlancar usahanya, ia melayani jasa pengiriman. Caranya, bunga-bunga yang sudah dibuatnya dikumpul menjadi satu kemudian dikemas dengan baik agar tidak mudah rusak.
“Kemarin lebaran permintaan cukup banyak sampai 10 pot di Sorowako,”terangnya.
Diakui Fani, bunga stoking banyak kelebihan untuk dijadikan bisnis. Kerajinan itu cukup banyak peminatnya terutama kalangan perempuan bahkan laki-laki juga ada.
Bentuk yang indah, feminin dan berwarna-warni mengundang daya tarik serta awet. Belum lama ini, salah satu bunga sudutnya yang berwana hijau sudah dipesan dan akan dikirim di Kendari dihargai Rp 500 ribu.
“Tapi saya cancel karena takut rusak soalnya bentuknya besar,”ceritanya lagi.
Fani masih beruntung, saat pandemi dimana UMKM banyak yang gulung tikar, justru pesanannya tetap lancar. Ia banyak mendapat permintaan terutama bunga stoking ukuran kecil untuk dikirim ke wilayah Bahodopi.
Harga bunga stoking Fani berkisar dari yang terkecil Rp 10 ribu hingga ratusan ribu. Tergantung tingkat kesulitan. Bahan-bahannya juga harus dibeli secara online, sehingga membuat harga bunga stokingnya ikut berpengaruh.
“Di Morowali, bahan-bahan pembuatannya belum tersedia. Seperti bunga stoking dan kawat bunga. Jadi mahal di ongkir,”katanya.
Namanya juga bisnis, pasti ada saja kendalanya. Namun jika ditekuni dan sabar pasti akan membuahkan hasil. Berbisnis bunga stoking terutama di Kabupaten Morowali harus siap dengan berbagai kendala, selain bahan yang belum tersedia, jasa pengiriman yang lamban harus siap dihadapi. Sehingga bisa membuat usaha ikut tersendat.
Seperti yang pernah dialami Fani. Akses perjalanan yang cukup jauh dan belum lagi ditunjang hambatan lainnya, membuat ia pernah sampai menunggu kedatangan paketnya hingga tiga bulan. Hal itu mengakibatkan produksi bunga stoking miliknya harus terhenti.
“Sekarang kalau ada sesama teman mau usaha bunga stoking, saya menyediakan bahan-bahannya bisa dibeli di saya. Saya juga membantu teman-teman memasarkan dagangannya,”ungkap dia.
Fani sebenarnya tidak sendiri berbisnis bunga stoking di Desa Kolono. Selain dia, ada satu pengrajin lainnya yakni Vyna Rozalia (29). Ia sudah lebih dulu memulai bisnis tersebut tepatnya di tahun 2019.
Sama halnya dengan Fani, pemilik usaha bunga stoking Nana Florist ini mengakui bisnis bunga stoking cukup bagus bahkan prospeknya tergolong cerah. Bisnis itu juga bisa membantu kebutuhan keluarga.
“Alhamdulilah, sedikit banyak bisa diharapkan,”aku ibu satu anak ini.
Sama halnya dengan Fani, Vyna memasarkan produknya di media sosial sambil mencoba peruntungan dengan membuka jasa pelatihan-pelatihan, seperti pembuatan bunga stoking dan bunga sabun. Ia juga memproduksi mahar seserahan, bros jilbab dan connector masker.
Menurut Vyna, antusias masyarakat yang ingin belajar kerajinan tersebut juga cukup baik. Selama tahun 2019, ia sudah membuka beberapa kali pelatihan. Namun saat pademi makin buruk penyebarannya, kegiatannya itu sempat terhenti karena larangan berkumpul.
“Nanti tahun 2021 saya bisa laksanakan lagi pelatihan sebanyak dua kali,”katanya lagi.
Selain membuka pelatihan, ia juga pernah membuka kelas online kepada warga yang tertarik. Pemilik usaha Rarin Florist, Fani, juga termaksud yang pernah mengikuti pelatihannya dan kini masih aktif berbisnis bunga tersebut.
“Kalau buka kelas online saya batasi maksimal 10 peserta. Ini saya diminta lagi kasih pelatihan,”akunya.
Peserta yang mengikuti pelatihan Vyna, seperti Fani dan beberapa peserta lainnya turut menjejali bisnis tersebut. Namun saat ini yang tersisa tinggal dua orang yakni ia sendiri dan Fani.
Namun Vyna termaksud satu dari sekian pelaku UMKM yang ikut terdampak pandemi. Jika dulu ia sering diundang untuk menghadiri berbagai event, kini sudah tidak pernah ada. Begitu pun penjualan di media sosial, mulai menurun.
“Yang tadinya bisa buat pelatihan-pelatihan, selama pandemi tidak dibolehkan,”tutur Vyna.
Hobi yang Menghasilkan
Kedua pelaku Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) tersebut, Fani dan Vyna mengaku hobi dengan usaha tersebut hingga bisa tetap eksis seperti saat ini.
Fani misalnya yang awalnya berjualan mi di sekolah, memutuskan ikut pelatihan bunga stoking karena jatuh hati dengan bisnis tersebut.
“Untuk saya ini semacam penghilang stres. Saya merasa senang kalau lagi di antara bunga-bunga buatan saya,”aku Fani.
Sedangkan Vyna mengaku sejak dulu saat masih kuliah hobi dengan kerajinan. Ia suka membuat gantungan kunci dan bros dari kain perca dan flanel.
“Saya berharap, karya saya bisa dikenal banyak orang. Bisa mengikuti pelatihan-pelatihan kerajinan yang lain. Bisa berbagi ilmu dengan ibu-ibu atau siapa saja yang ingin belajar. Sehingga lebih banyak orang yang kreatif,”tutur Vyna.
Ke depan, ia berencana akan membuat pelatihan membuat tas dari bahan kardus. INT