Dilapork
MOROWALI, MERCUSUAR – Korban penyerobotan lahan di Desa Labota, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali meminta keseriusan aparat kepolisian dalam menangani kasus tersebut. Pengaduan kasus tersebut telah dilakukan sejak 2010 silam, namun hingga saat ini belum ada kejelasan.
Kuasa Hukum pemilik tanah, H.M. Yasin Mansyur kepada wartawan, Selasa (13/6/2023) pagi, meminta keseriusan aparat kepolisian dalam penanganan kasus kliennya, yang telah berjalan selama lebih sepuluh tahun. Alasannya, hingga kini pihak kepolisian belum menetapkan tersangka dalam kasus yang merugikan kliennya itu.
“Kami minta keseriusan aparat kepolisian, khususnya aparat Polres Morowali, dalam penanganan kasus klien kami. Sudah lebih sepuluh tahun belum ada kejelasan,” ungkapnya.
Yasin membeberkan kronologis kasus, bermula ketika kliennya atas nama Hasanuddin membeli tanah milik Arfan dengan luas sekitar 4 hektare pada tanggal 23 Agustus 1991 silam. Lahan yang dibeli dengan surat bersegel (resmi) tersebut berisi tanaman kakao.
Namun, lima tahun kemudian, tiba-tiba ada pihak yang mengklaim kalau lahan tersebut adalah miliknya. Lelaki yang diketahui bernama Irmawan mengaku punya surat dengan luas tanah 7.500 meter persegi. Irmawan juga diketahui sebagai putra M. Nasir, seorang pegawai Dinas Transmigrasi Kabupaten Poso, yang saat ini membawahi Morowali sebelum mekar.
Tidak hanya diklaim orang lain, tanaman kakao milik Hasanuddin itu dibabat oleh Irmawan bersama ornag tuanya untuk dijadikan lahan basecamp. Tidak hanya itu, tanah tersebut diduga sudah dibuat beberapa kapling dan dijual ke orang lain.
Hasanuddin yang tidak terima dengan tindakan penyerobotan itu, melapor ke polisi pada tahun 2010. Hasanuddin melaporkan penyerobotan yang dilakukan oleh M. Nasir, Arfan serta sejumlah warga lainnya. Saat itu, sebutnya, sempat dilakukan pemeriksaan sejumlah warga oleh pihak kepolisian.
“Hanya saja, penanganan kasusnya tidak diproses lanjut dan tidak pernah naik ke penyidikan. Padahal bisa naik. Selain tidak menerapkan pasal 167 juga pasal 263. Padahal, faktanya sebenarnya sudah jelas,” terang Yasin.
Tidak hanya ke pihak Polres Morowali, Yasin yang mengaku memiliki 43 dokumen terkait kasus itu menyampaikan, pihaknya juga sudah melakukan pengaduan kepada Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Morowali, bahkan sampai ke Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulteng.
Pihak kuasa Hasanuddin juga sempat menyurati BPN Sulteng dan direspons dengan meminta Kepala BPN Kabupaten Morowali untuk melakukan penelitian administrasi, fisik maupun yuridis terhadap tanah milik Hasanuddin, serta dilakukan langkah penanganan. Namun, belum ada tindak lanjut dari pihak BPN Kabupaten Morowali.
Sementara itu, Kapolres Morowali, AKBP Suprianto yang dikonfirmasi terkait kasus tersebut membantah dianggap tidak serius menangani kasus tersebut. Ia mengaku sudah mempelajari dokumen dan laporan pihak pelapor, Hasanuddin. Soal laporan lama, Kapolres mengaku kalau dirinya memang belum tahu karena belum bertugas di Polres Morowali. Namun, untuk laporan yang terakhir, ia mengaku siap menindaklanjuti dan sudah mengarahkan anggotanya untuk segera turun lapangan.
“Kalau laporan yang lama, memang saya tidak tahu karena belum bertugas di sini. Waktu itu juga belum ada Polres Morowali melainkan masih Polsek Bahodopi. Namun, laporan yang belakangan, saya akan tindaklanjuti. Saya sudah arahkan anggota saya untuk menemui pihak pelapor (Hasanuddin-red). Saya juga minta dibantu untuk menyiapkan saksi-saksi,” jelas Kapolres. IKI