Disnakertrans Morowali, Didatangi Eks Karyawan PT BDM

FOTO PHK BDM

MOROWALI, MERCUSUAR – Perwakilan eks karyawan PT Bintang Delapan Mineral (BDM) mendatangi kantor Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Morowali, SUlteng, untuk mempertanyakan tindak lanjut dari perundingan Bipartit antara perusahaan dan karyawan.

Pasalnya, persoalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh PT BDM terhadap 61 karyawannya yang dianggap sepihak dan tidak mendasar, prosesnya berlarut-larut hingga telah berjalan sekira enam bulan.

Salah seorang karyawan PT BDM yang di PHK, Imran mengatakan bahwa setelah terjadi PHK pada bulan Februari 2020 lalu, berbagai upaya telah dilakukan oleh pihaknya untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, termasuk melapor ke Disnakertrans Morowali, DPRD Morowali hingga perundingan Bipartit antara pengusaha dan buruh.

Namun segala upaya yang dilakukan oleh buruh belum menemukan kesepakatan, sehingga perselisihan tersebut terus berlanjut.

“Kedatangan kami ke kantor Disnakertrans ini adalah untuk memperjelas mengenai tindaklanjut sesuai dengan hasil Bipartit pada bulan Maret di perusahaan. Setelah dua kali dilakukan Bipartit, ternyata gagal. kami daftarkan di bulan Maret juga, sampai dengan saat ini belum ada tindaklanjutnya,” ungkapnya.

Dia menambahkan, dalam upaya penyelesaian perselisihan tersebut, pihaknya mencari alternatif lain agar kasus tersebut dapat berjalan sesuai dengan aturan. “Kami bertemu dengan salah satu LBH (Lembaga Bantuan Hukum) yang ada di Palu, kami berbincang-bincang mengenai proses PHK yang ada di PT BDM yang kami anggap sangat tidak prosedural, bertentangan dengan aturan, baik aturan perusahaan mereka sendiri maupun aturan yang ada di Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor: 13 Tahun 2003,” ujarnya.

Imran menilai bahwa secara hukum, prosedur pada PHK tersebut cacat hukum, karena dalam peraturan perusahaan bahwa PHK harus ada musyawarah terlebih dahulu, itupun harus sesuai dengan aturan perundang-undang yang berlaku. “Pada saat dilakukan PHK, kami sama sekali tidak ada penyampaian, apakah itu musyawarah atau apa, tidak ada sama sekali. Kami diputuskan saat itu 15 menit sebelum Adzan Jumat. Kami dikumpulkan, jadi kami tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi kami mengerti bahwa apa yang mereka lakukan itu salah, makanya kami menuntut sampai dimana saja untuk mendapatkan perlindungan hukum, karena kami tahu persis bahwa sesuai undang-undang bahwa PHK tanpa ada putusan pengadilan maka batal demi hukum. Perusahaan wajib mempekerjakan kembali dan membayar semua hak-haknya, itu yang kami tuntut sekarang” tegasnya.

Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Industrial Disnakertrans Morowali, Ahmad mengatakan bahwa untuk penyelesaian perselisihan tersebut pihaknya pernah dipanggil ke dekab, kemudian dilakukan Bipartit yang juga belum menemukan solusi, namun ketika itu ada wabah corona.

“Saat masa new normal, kita sempat memanggil mereka, kita coba mediasi Tripartit lah namanya, karena sudah ada pengusaha ada pihak Pak Imran cs dan kita pemerintah. Pada saat itu ada masalah teknis yang belum dilengkapi dan kita minta dilengkapi,” ungkapnya saat ditemui di ruang kerjanya.

Ahmad mengatakan pihak buruh yang berselisih meminta diberikan surat pengantar untuk ke Mediator Provinsi Sulteng, namun ia berpendapat bahwa masalah perselisihan yang terjadi di wilayah itu akan diupayakan diselesaikan di wilayah tersebut.

Diketahui, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Morowali saat ini belum memiliki Pegawai Mediator untuk melakukan perundingan Tripartit dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara buruh dan pengusaha. BBG

 

Pos terkait