HUT ke-26 Morowali, Momentum Peluncuran Dua Motif Tenun Khas

Tampilan salah satu kain dengan motif tenun khas Morowali, yang diluncurkan pada momentum HUT ke-26 daerah itu. FOTO: IST.

MOROWALI, MERCUSUAR – Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-26 Kabupaten Morowali pada 5 Desember 2025 menjadi panggung bagi lahirnya dua motif tenun khas terbaru, yakni Ikzara Kona’engke dan Ikzara Kuluri.

Adapun para pencetus motif tenun tersebut terdiri dari Hj. Darmayanti Iksan (Ketua TP-PKK), Nursia (Tim Ahli Cagar Budaya dan salah satu pencetus batik tobungku), Asmunandar (Arkeolog), serta Ahmad Azhar (Pemerhati budaya). Sementara penentuan nama dilakukan oleh tokoh muda Morowali, yaitu Sonaru, Hj. Suriani (Kabid Budaya Morowali) dan Fahra Putri (ASN Pemda Morowali).

Asmunandar, selaku Arkeolog dan salah seorang pencetus motif menerangkan peluncuran tersebut menandai langkah besar Morowali dalam merawat dan mengembangkan warisan budayanya, melalui karya kriya yang memiliki nilai sejarah mendalam. Ia juga mengatakan, proses perumusan desain Ikzara tidak terjadi secara instan.

“Jadi, karya ini lahir tidak langsung instan, ya. Prosesnya melalui rangkaian riset dan kajian budaya yang panjang, dengan melibatkan arkeolog dan pemerhati budaya di Morowali,” ujar Asmunandar dalam pesan tertulisnya kepada Mercusuar, Sabtu (6/12/2025).

Ia menjelaskan, motif tenun Ikzara tidak hanya menampilkan pola visual. Akan tetapi, ada sejarah, filosofi, dan jejak kehidupan masyarakat Morowali yang dirangkum di dalamnya. Ia memaparkan, inspirasi utama motif tenun Ikzara berasal dari Gerabah Topogaro, sebuah peninggalan prasejarah yang menjadi identitas arkeologis penting di Morowali.

“Pola gelombang dan tali pada gerabah menggambarkan air, kehidupan, dan kesinambungan. Kami menerjemahkannya ke dalam bentuk tenun sebagai simbol persatuan dan harmoni,” imbuhnya.

Asmunandar menjelaskan, penggunaan nama Ikzara merupakan singkatan dari Iksan, Azizah, dan Dara, menjadikannya sebagai motif dengan nilai personal sekaligus simbolik. Sementara ‘Kona’engke’ dalam bahasa Bungku berarti indah, cantik, gagah, dan elok. Pesan ini menggambarkan karakter kain sekaligus memvisualisasikan keramahan dan keanggunan masyarakat Morowali. 

Sedangkan, Kuluri diambil dari nama burung Nuri, satwa khas yang dahulu melimpah di wilayah Bungku sebelum tergolong langka. Berbagai penamaan tersebut menjadi bentuk penghormatan terhadap alam dan fauna lokal.

“Motif ini memadukan rasa, sejarah, dan identitas daerah. Itulah kekuatannya,” tutur Asmunandar.

Sebagai bentuk pengakuan hukum, dua motif tenun tersebut telah memeroleh Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari Kementerian Hukum dan HAM. Hal ini memperkuat posisi tenun Ikzara sebagai warisan budaya Morowali yang siap melangkah ke tingkat nasional hingga internasional.

Asmunandar berharap peluncuran motif Ikzara Kona’engke dan Ikzara Kuluri dapat membuka jalan baru bagi pengembangan ekonomi kreatif di Morowali. Dengan semangat menjaga budaya dan memperkuat jati diri daerah, Morowali siap mempersembahkan karyanya untuk Indonesia, dan menempatkannya di panggung dunia.

“Ini bukan hanya karya budaya. Ini peluang untuk mengangkat kesejahteraan para pengrajin lokal,” pungkasnya. AFL

Pos terkait