VATIKAN, MERCUSUAR – Nama Kardinal Pietro Parolin disebut mempunyai peluang terkuat untuk menjadi Paus, meneruskan takhta mendiang Paus Fransiskus.
Selain Kardinal Parolin, setidaknya terdapat sejumlah nama Kardinal yang digadang-gadang menjadi kandidat Paus selanjutnya pada konklaf yang digelar Rabu (7/5/2025).
Nama-nama itu antara lain Kardinal Luis Antonio Tagle dari Filipina, Kardinal Peter Turkson asal Ghana, Kardinal Peter Erdo dari Hungaria, Jose Tolentino Calaca dari Portugal, dan dua nama dari Italia-Vatikan yakni Kardinal Matteo Zuppi.
Pengamat Kepausan Vatikan sekaligus Pastor di Paroki Campanario Sao Paulo, Brasil, Padre Ferdinand Doren memprediksi bahwa “pendulum” kecenderungan Paus selanjutnya akan kembali mengarah “ke tengah” setelah sempat berayun “ke kiri” atau progresif.
Dengan demikian, menurut penilaiannya, sejumlah Kardinal yang memiliki ideologi “tengah” atau moderat yang tampaknya paling kuat menjadi Paus selanjutnya.
Ia pun menyebut nama Kardinal Pietro Parolin merupakan calon yang terkuat di antara para kandidat tersebut untuk menjadi Paus berikutnya.
“Kelihatannya memang begitu (peluang terkuat). Pietro Parolin kemungkinan dipilih sebagai pengganti Paus Fransiskus saat ini. Karena demi rekonsiliasi dari dua kelompok yang, bukan beroposisi, tetapi dua aliran yang cukup tegang. Antara progresif dan konservatif,” ujar Ferdinand, dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (6/5/2025).
Antara Progresif dan Konservatif
Menurut Pastor asal Indonesia yang sejak 1997 memulai misi kepastoran SVD di Brasil itu, saat ini sulit untuk memilih kandidat. Antara yang progresif atau konservatif.
“Seperti misalnya Zuppi atau Tagle (progresif) karena keduanya bisa menjadi ‘Fransiskus’ kedua. Kelihatannya para Kardinal tidak ingin melanjutkan secara konsisten, apa yang sudah dibuat oleh Paus Fransiskus,” kata Ferdinand.
Di sisi lain, ia menilai bahwa kembali membatalkan gerakan progresif yang sudah dibuat Paus Fransiskus memang tidak mungkin.
“Tapi menahan lajunya perubahan itu masih mungkin. Lalu, saya pikir Pietro Parolin bisa menahan sedikit lajunya perubahan atau transformasi yang sudah diprakarsai Paus Fransiskus,” kata Ferdinand.
“Kemungkinan Pietro Parolin sebagai ‘penengah’ saat ini dan juga sebagai transisi. Apalagi usianya sudah cukup tua. Memang masih bisa dipilih, tapi juga sudah cukup tua,” ia menambahkan.
Pengalaman Pietro dalam bidang diplomasi luar negeri sebagai Menteri Luar Negeri Vatikan, juga jadi nilai tambah menurut Ferdinand.
“Dia memang bukan orang Pastoral atau lapangan. Tapi dia sangat dikenal dalam komunitas internasional, hususnya dalam diplomasi dengan negara-negara kunci,” ujar Ferdinand.
“Menurut perkiraan, Parolin sudah mendapat sekitar 30 persen pemilih dari para Kardinal. Berikutnya Tagle, lalu Zuppi, Turkson dari Ghana,” ujar Ferdinand.
Meski demikian, Ferdinand tidak menampik kejutan bisa kembali terjadi di konklaf, bahwa Paus terpilih dari Kardinal di luar kandidat-kandidat itu. Seperti halnya saat mendiang Paus Fransiskus terpilih.
“Seperti yang kami percaya dalam Gereja Katolik, yang dipercayai umat Katolik, walaupun pemilihan itu adalah karya manusia, tapi yang menginspirasi adalah Roh Kudus, Roh Tuhan. Tentunya para Kardinal tidak hanya berpikir tentang apa yang ingin mereka pertahankan. Tetapi apa yang menjadi kebutuhan Gereja dan apa peran Gereja Katolik dalam dunia dewasa ini,” pungkasnya. CNN/TMU