Pasca Depresi, Peraih Perak Sea Games Asal Donggala Ingin Jadi Sekuriti di PPLP

Issrin Assegaf, Wartawan Mercusuar memperlihatkan medali perak Sea Games 2017 bersama Firman di RSJ Madani Palu. FOTO : IST

MERCUSUAR – Di balik gemerlap medali perak yang pernah mengharumkan nama Indonesia di ajang SEA Games, tersimpan kisah pilu dari seorang pendekar pencak silat asal Sulawesi Tengah, Firman (31). Lahir di Desa Limboro, Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala, dan besar di Parigi, Parigi Moutong, Firman kini menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Madani, Kota Palu, akibat depresi yang membayangi hidupnya pasca karier gemilangnya meredup.

Firman adalah satu dari sedikit atlet asal Sulawesi Tengah yang mampu menorehkan prestasi di level Asia Tenggara. Ia mempersembahkan medali perak untuk Indonesia di SEA Games 2017, serta meraih emas dalam ajang Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (Pomnas), dan sederet prestasi lainnya. Namun, di balik pencapaian itu, kehidupan pribadinya minim penghargaan.

Setelah membela Kabupaten Banggai dalam ajang Porprov 2022, Firman kembali ke kampung halamannya di Limboro. Tapi, ia justru tenggelam dalam tekanan hidup, yang pada akhirnya memicu depresi berat.
Ironisnya, selama berkarier sebagai atlet, Firman tak pernah sekalipun membela Donggala, tanah kelahirannya dalam ajang resmi tingkat provinsi. Ia lebih memilih membela kabupaten lain yang menawarkan bonus dan fasilitas lebih menjanjikan.

“Memang tidak pernah bela Donggala. Mungkin karena dijanjikan bonus lebih besar dari daerah lain. Tapi sebagai putra asli, seharusnya dia bangga mengangkat nama daerahnya sendiri,” ujar Umar Beddu, pelatih dari perguruan silat Tadulako Donggala, tempat Firman pertama kali belajar ilmu bela diri.

Meskipun tidak ada aturan yang melarang atlet memperkuat daerah lain, ketiadaan nasionalisme lokal ini menyisakan tanya. Namun yang lebih menyedihkan adalah, setelah masa kejayaannya berlalu, tidak ada kepedulian nyata dari daerah yang pernah ia bela.

“Kalau dari kami, santai saja. Yang pasti kami bantu sesuai kapasitas dan kemampuan,” kata Ketua KONI Donggala, Asgaf Umar. Firman seperti kehilangan rumah dalam dunia olahraga yang dulu ia perjuangkan dengan segenap jiwa.
Hingga kini, belum ada bentuk penghargaan resmi, apalagi jaminan masa depan yang layak, yang diberikan kepada seorang Firman. Bahkan ketika ia terpuruk secara mental, tak ada uluran tangan nyata dari pemerintah daerah, baik Donggala maupun Parigi Moutong.

Kini, nasib sang pendekar berada di ujung tanduk. Dalam konteks ini, dibutuhkan kehadiran negara, khususnya perhatian dari Ketua Umum PB IPSI, Prabowo Subianto, yang juga merupakan tokoh nasional. Harus ada jalan keluar agar Firman bisa kembali berdiri tegak, terbebas dari beban depresi, dan mendapatkan tempat yang layak sebagai bagian dari pengabdiannya kepada negeri.

Saat Mercusuar menyambangi RSJ Madani, Firman tampak mulai pulih secara fisik. Namun sorot matanya masih menyimpan kesedihan yang dalam. Di sela perawatan, Firman akhirnya angkat bicara.

“Aku ingin bangkit. Aku cuma ingin kerja tetap, jadi sekuriti, tapi statusnya PNS,” katanya pelan namun tegas.
Permintaan itu terdengar sederhana. Namun di baliknya tersimpan harapan besar dari seorang patriot olahraga. Dengan modal medali perak SEA Games dan deretan prestasi lainnya, Firman seharusnya mendapatkan ‘haknya’ sebagai Aparatur Sipil Negara sebab Firman telah mengukir nama Sulawesi Tengah dan Negara. CLG

Pos terkait