PALU, MERCUSUAR – Tim Penjaringan dan Penyaringan (TPP) telah selesai melakukan proses pendaftaran bakal calon Ketua KONI Donggala yang secara resmi ditutup pada Rabu, 15 Januari 2025 pukul 16.00 Wita. Berdasarkan informasi TPP, Edi Wicaksono, hanya Asgaf Umar yang mendaftar dengan dukungan dari 19 Pengurus Kabupaten (Pengkab) cabang olahraga.
Kendati demikian, Ketua Umum Percasi Donggala, Haerun Hase menilai ada indikasi ketidakadilan yang dilakukan TPP dalam proses pendaftaran tersebut. Bahkan Haerun menganggap TPP menghalangi calon lain ikut sebagai kontestasi di pemilihan Ketua KONI Donggala.
Pernyataan Haerun mengungkapkan tuduhan serius terkait ketidakadilan dan pelanggaran dalam proses penjaringan bakal calon Ketua KONI Kabupaten Donggala. Menurutnya, ada permainan antara bakal calon Asgaf Umar dan Ketua TPP, Edi Wicaksono, untuk menghalangi calon lain, yakni Mohammad Edwan, yang sudah mendapat dukungan dari 8 Pengkab cabang olahraga.
Haerun menyebut bahwa Mohammad Edwan telah memenuhi syarat dengan dukungan dari 8 Pengkab cabor, namun upaya timnya untuk mendaftar dihalangi oleh TPP. Ia menekankan bahwa tata tertib menetapkan pendaftaran harusnya dibuka hingga pukul 12 malam, tetapi pada kenyataannya, pendaftaran ditutup lebih awal, yaitu pukul 16.00.
Pada kesempatan ini, Haerun juga mempertanyakan tindakan Plt KONI Dongggala yang dianggap melampaui batas kewenangannya, termasuk dalam pengurusan rekomendasi cabang olahraga. Menurutnya, Plt seharusnya hanya menjalankan tugas administratif, bukan mengintervensi proses pemilihan.
Keadaan ini menimbulkan spekulasi adanya aklamasi terhadap Asgaf Umar sebagai calon tunggal, yang diduga kurang mencerminkan prinsip keterbukaan dan keadilan dalam proses pemilihan Ketua KONI.
Haerun Hase juga menuduh adanya campur tangan dari bupati terpilih melalui pejabat daerah yang mengendalikan cabang olahraga tertentu untuk memberikan dukungan kepada Asgaf Umar.
Haerun menegaskan bahwa 8 cabor yang mendukung Mohammad Edwan tidak akan menandatangani berta acara Musorkab mendatang. Jika itu terjadi, maka Musorkab hanya sah jika dihadiri oleh 2/3 dari total 31 voter, yaitu setidaknya 20 cabang olahraga. Jadi, jika hanya 18 cabang yang hadir, maka Musorkab dianggap gugur secara otomatis.
Haerun menyimpulkan kondisi tersebut mencerminkan bahwa hasil dari proses penjaringan dan penyaringan cacat demokrasi dalam proses pemilihan Ketua KONI Donggala. Ia menuntut transparansi, keadilan, dan penghormatan terhadap tata tertib dalam proses penjaringan dan penyaringan. Hal ini menjadi catatan penting untuk mendorong tata kelola organisasi yang lebih baik dan menjamin partisipasi yang setara bagi semua calon.
Terpisah, Ketua TPP, Edi Wicaksono mengatakan bahwa pihaknya tidak ada upaya menghalangi calon lain dalam proses pendaftaran Ketua KONI Donggala.
“TPP sudah mengatakan lewat media bahwa sejak awal, waktu operasional pendaftaran ditetapkan dari tanggal 8 hingga 15 Januari 2025, dengan batas waktu setiap hari adalah pukul 16.00 sesuai jam operasional kantor. Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa tidak ada pelanggaran terkait waktu pendaftaran karena telah mengikuti jadwal yang sudah diumumkan,” ujar Edi.
“Tim Mohammad Edwan datang mendaftar dengan dukungan hanya 4 cabor. Walaupun mereka mengklaim ada delapan cabor yang mendukung. TPP menunggu dokumen fisik sebagai bukti resmi, bukan hanya diucapkan saja. TPP telah menjalankan tugas sesuai mekanisme yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KONI. Kami tidak membeda-bedakan calon mana pun dan tetap bertindak sesuai aturan,” tandasnya.
Edi Wicaksono menyatakan bahwa soal validasi akhir dan penetapan kandidat merupakan tanggung jawab Steering Committee (SC) pada Musorkab, dan mereka hanya melaksanakan tugas sesuai mandat yang diberikan.
Edi kembali menegaskan bahwa tidak ada upaya TPP menghalangi calon lain, tapi melainkan ketidaklengkapan dokumen dari calon yang bersangkutan menjadi alasan mereka tidak dapat memproses pendaftaran tim dari Mohammad Edwan. Tuduhan penghalangan dianggap tidak berdasar karena semua prosedur telah dijalankan sesuai aturan yang berlaku.
Namun, perbedaan pandangan ini tetap menimbulkan perdebatan tentang transparansi dan keadilan dalam proses pendaftaran. Hal ini menjadi tantangan bagi semua pihak untuk memastikan proses pemilihan berjalan sesuai prinsip demokrasi dan keterbukaan. CLG